Anggota Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) yang berasal dari unsur non-Pemerintah melakukan jumpa publik pada Pamaeran Indonesia Trend Education (ITE) 2013, di Cibubur – Jakarta (3/11).
Mengusung tema “Berbagi Peran dalam Melestaraikan Sumber Daya Air dan Ketahanan Pangan”, tiga orang Anggota Dewan SDA Nasional, yaitu Ir. S Indro Tjahyono (SKEPHI), Ir. Kuswanto Sumo Atmojo (LP3ES) dan Christian P.P Purba (TELAPAK) yang didampingi salah seorang selebriti nasional, Nata Naritha, melalui Talk Show di ajang pameran tersebut, mencoba untuk mensosialisasikan kegiatan Dewan SDA Nasional dan perannya masing-masing.
Semua Pihak
Dalam talkshow itu dijelaskan, bahwa antara lain salah satu kegiatan Dewan SDA Nasional adalah memberikan rekomendasi terhadap isu-isu yang bersifat strategis nasional kepada Presiden. Saat ini telah dibahas dan akan disusun rekomendasi terhadap delapan isu nasional, antara lain surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014.
Menurut Christian P.P Purba, bahwa pencapaian target surplus 10 juta ton beras dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional, tidak bisa dilakukan salah satu instansi saja, akan tetapi semua pihak harus berkontribusi, baik pemerintah maupun masyarakat.
“Contohnya saja, tanah pertanian membutuhkan irigasi yang baik, dan irigasi yang baik itu juga membutuhkan sungai dan mata air yang baik juga. Daerah Aliran Sungai (DAS) di hulu ini juga harus di jaga dengan baik, jangan malah terjadi penebangan liar yang akhirnya mempengaruhi debit air yang akan mengairi lahan pertanian,” katanya, seraya menambahkan, bahwa ketahanan pangan harusnya dapat terintegrasi disemua sektor, termasuk juga masalah tata ruang.
Christian Purba menjelaskan, bahwa dahulu bagian utara Pulau Jawa merupakan lumbung padi, namun saat ini kenyataannya, semua sudah berubah. Artinya, masalah tata ruang, penegakkan hukum dan masalah konsistensi itu juga harus mendapakan perhatian yang lebih serius lagi dan juga pedekatan ke para petani.
“Mereka perlu didampingi, didukung, dan diperhatikan. Karena, bagaimanapun mereka adalah pelaku yang bisa menjawab tercapainya target surplus beras 10 juta ton. Jadi saya tekankan kembali bahwa tidak akan mungkin surplus 10 juta itu tercapai jika tidak diselesaikan persoalan-persoalan di sumber daya air,” jelasnya.
Terkait dengan persoalan sumber daya air, Indro Tjahyono menyatakan, bahwa salah satu tugasnya sebagai salah seorang Anggota Dewan SDA Nasional adalah menyusun Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA.
“Jadi kalau kita bicara sumber daya air, maka kita bayangkan air saja. Kita menysun apa yang di sebut Kebijakan Nasional untuk pengelolaan sumber daya air yang telah ditetapkan Presiden. Jadi dalam kebijakan itu kita atur semuanya. Pertama tadi soal sumber air. Sumber air itu harus dijaga dan dilindungi,” ucapnya.
Indro Tjahyono menyebutkan salah satu cara menjaga dan melindungi sumber air, yaitu memelihara darah tangkapan air agar sumber air itu terus dapat mengalir airnya dan mencegah penebangan liar yang marak terjadi saat ini.
“Dalam Kebijakan Nasional Pengeolaan SDA itu sudah disebutkan perlunya hutan-hutan di Pulau Jawa atau Pulau-Pulau apapun itu disisakan 30 persen. Itu wajib dijaga dan dilestarikan. Tetapi kalau kita lihat di Jawa itu hutannya tinggal 11 persen. Jadi ini dibawah atau tidak memenuhi syarat agar sumber-sumber air di Jawa itu terus mengalir,” ujarnya.
Kemudian, menurut Indro Tjahyono, mengenai krisis air juga ada di dalam Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA dan juga cara untuk dapat mengatasi krisis air yang akan terjadi. Misalnya, disebutkan harus ada teknologi pertanian.
“Ada upaya-upaya untuk mengembangan dan menggunakan teknologi-teknologi pertanian yang bisa menghemat air dan tidak boros air. Seperti penggunaan padi System of Rice Intensification (SRI), irigasi sprinkler di daerah kering dan sebagainya,” ungkap Indro.
Sementara itu, Kuswanto menyoroti kurangnya rasa empati sebagian besar masyarakat di Indonesia yang kelebihan air, terhadap kehidupan masyarakat di beberapa tempat yang mengalami kesulitan air.
“Tolonglah masyarakat yang berkelebihan air dapat berempati untuk merasakan susahnya saudara-saudara lain yang belum kebagian kemewahan untuk bisa menikmati air. Artinya berempati itu perilaku praktis ya…melakukan penghematan air,” katanya.
Umpamanya saja, Kuswanto menyebutkan, dengan menghemat segelas atau sebotol penggunaan air melalui keran air sehari-hari yang biasa dinikmati oleh masyarakat, khususnya di kota-kota besar yang mempunyai berbagai fasilitas seperti itu.
“Mungkin bagi kita hal tersebut kurang berarti dan tidak menyadarinya secara langsung. Akan tetapi kalau itu dilakukan oleh semua kalangan, maka yang lain pun tentunya akan bisa menikmati. Airnya bisa dipergunakan untuk keperluan lainnya. Nahitu pesan saya yang saya kira terkait dengan hemat air,” tutur Kuswanto.
Begitu pula halnya dengan pengalaman Nata Naritha. Sebagai salah seorang selebritis, dirinya tak lupa untuk belajar dan melaksanakan secara langsung di rumahnya, dan mendukung hemat penggunaan air dalam kehidupan sehari-hari.
“Contohnya di rumah untuk mandi sudah memakai shower. Karena dengan menggunakan shower kita menghemat 60 persen air. Kedua, saya tidak berganti-ganti gelas untuk minum. Karena kalau ganti-ganti gelas nanti cuci-cuci terus. Dan yang ketiga, kalau mencuci baju dan piring air kerannya jangan mengalir terus dan menaruhnya di bak. Hal seperti inilah yang saya lakukan untuk menghemat air,” katanya.**jon/ad