Terus meningkatnya kerentanan kawasan terhadap fenomena alam yang mungkin terjadi setiap tahun, perlu mendapat perhatian dari seluruh stakeholder Sumber Daya Air (SDA). Terpenting adalah menekan sekecil mungkin resiko yang akan terjadi, diantaranya melalui keterpaduan antarlembaga pengelola SDA.
Demikian disampaikan Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT, saat memberikan pandangannya dalam acara “Pertemuan Konsultasi Antar Sekretariat Wadah Koordinasi Pengelolaa SDA” di Semarang – Jawa Tengah (19-21/10).
“Memperhatikan tingkat kerentanan kawasan sangat penting dan dibutuhkan peran semua pihak. Oleh karena itu, koordinasi merupakan keniscayaan. Koordinasi sebagai keniscayaan tidak akan berjalan kalau tidak ada yang memfasilitasinya,” kata Imam.
Imam Anshori menyatakan, bahwa tingkat kerentanan kawasan amat dipengaruhi oleh perilaku manusia. Misalnya saja, budidaya pertanian di kemiringan lahan, perambahan hutan yang tidak memperhatikan kaidah konservasi, membangun rumah nekad di daerah rawan banjir, menanam padi yang bukan saatnya, boros penggunaan air, pembuangan limbah, alpa pemeliharaan, alpa law enforcement, dan pengabaian terhadap kearifan lokal.
Hal-hal tersebutlah, menurut Imam, kiranya perlu mendapatkan perhatian dari stakeholders. Karena potensi bahaya, seperti curah hujan tinggi, ketersediaan air rendah, aliran lahar, letusan gunung berapi, laut pasang dan tsunami tidak mungkin dihindari oleh manusia.
“Ini merupakan fenomena dan gejala alam yang tidak bisa dicegah. Manusia hanya bisa melaksanakan dan memperkecil tingkat kerentanan kawasan tersebut, sehingga memperkecil resiko atau kerugian yang diakibatkannya, seperti korban jiwa, gagal panen, dan musnahnya properti,” ujar Imam.
Pelayanan
Dalam pertemuan tersebut Imam Anshori juga mengingatkan, bahwa core bisnis sekretariat wadah koordinasi pengelolaan SDA adalah memfasilitasi pelaksanaan fungsi Dewan SDA atau Tim Koordinasi Pengelolaan SDA (TKPSDA), yaitu konsultasi, observasi, rekomendasi, mediasi dan advokasi.
“Perlu diingat bahwa sekretariat intinya bertugas untuk memfasilitasi pelaksanaan fungsi Dewan SDA atau TKPSDA. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dalam rangka tugas tersebut. Pelayanan yang tulus akan mengantar seseorang untuk mendapatkan piala keberhasilan,” tegasnya.
Selain itu, sekretariat wadah koordinasi pengelolaan SDA juga harus peka untuk merespon aspirasi masyarakat, baik hak maupun kewajibannya sesuai dengan UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Dalam UU SDA pada Pasal 82 dan 84, disebutkan bahwa masyarakat berhak memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan SDA, memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialaminya akibat pelaksanaan pengelolaan SDA, memperoleh manfaat atas pengelolaan SDA dan menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan SDA yang diumumkan.
Masyarakat juga berhak untuk mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian yang menimpa dirinya akibat pengelolaan SDA, mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah SDA yang merugikan kehidupannya, dan mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan SDA.
Sedangkan dalam Pasal 80 dan 83 UU SDA disebutkan bahwa masyarakat berkewajiban untuk memperhatikan kepentingan umum, melindungi dan memelihara kelangsungan fungsi SDA, melindungi dan mengamankan prasarana SDA, membantu usaha pengendalian dan pencegahan pencemaran air, serta ikut menanggung biaya jasa pengelolaan SDA khususnya untuk kelompok pengguna tertentu.
“Oleh karenanya masyarakat perlu diberdayakan untuk menumbuhkan prakarsa dari dalam (inward looking), menumbuhkan kekuatan-kekuatan baru dari masyarakat (autonomous energies) dan mengerti/sadar tentang hak dan kewajibannya, termasuk cara-cara menggunakan atau melaksanakannya,” tutur Imam.
Lebih lanjut Imam Anshori menyatakan, bahwa prioritas layanan Sekretariat Dewan SDA Provinsi saat ini adalah penyelesaian kebijakan PSDA provinsi, matriks tindak lanjut kebijakan PSDA provinsi, benchmark PSDA tingkat provinsi, penyelesaian rumusan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi (SIH3) tingkat provinsi, penyusunan rencana kerja 2012, serta penyelesaian isu spesifik antarstakeholder di tingkat provinsi seperti penetapan biaya jasa PSDA, program antarsektor/antarkabupaten/kota, penetapan kawasan rawan bencana terkait air dan kawasan resapan air dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Untuk TKPSDA adalah penyelesaian pola PSDA Wilayah Sungai (WS), matriks tindak lanjut pola PSDA WS, benchmark pelaksanaan PSDA WS, penyelesaian rumusan SIH3 tingkat WS, penyusunan rencana kerja 2012, dan penyelesaian isu spesifik antarstakeholder di tingkat WS antara lain, penetapan sempadan sungai, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan antarstakeholder di WS, penetapan daerah rentensi banjir, rencana alokasi air tahunan, pengendalian dampak kegiatan penambangan di WS, pengendalian pencemaran air, dan sebagainya.
Sekitar 64 peserta hadir dan mengikuti acara tersebut berasal dari sekretariat DSDAP dan TKPSDA WS yang telah terbentuk. Adapun narasumbernya dari Sekretariat Dewan SDA Nasional, Sekretariat Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta, Sekretariat Dewan SDA Provinsi Banten, Sekretariat Dewan SDA Provinsi NTB, TKPSDA WS Pemali-Comal, TKPSDA WS Jeneberang dan TKPSDA WS Serayu-Opak.
Grand Desain
Sementara itu, Kepala Bagian Tata Usaha – Sekretariat Dewan SDA Nasional, Drs. R. Eddy Soedibyo, MM, pada acara tersebut menyampaikan pemaparannya tentang “Sumbangan Pemikiran untuk menyiapkan/menyusun Grand Design Fasilitasi Kegiatan Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA”.
Eddy Soedibyo menjelaskan, bahwa prinsip dasar untuk menjalankan tugas fasilitasi tersebut adalah memahami konsepsi pengeloaan SDA menurut UU SDA dan PP 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, tugas dan fungsi sekretariat berdasarkan Perpres 12 tahun 2008 tentang Dewan SDA, serta tugas dan fungsi Dewan SDA Provinsi (DSDAP) dan atau TKPSDA sesuai Perpres 12 tahun 2008 atau Permen 04/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi PSDA pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan WS.
“Disamping itu sekretariat juga perlu memahami isu-isu strategis yang dipandang perlu diangkat untuk mendapatkan solusi terkait dengan tugas dan fungsi DSDAP/TKPSDA WS,” kata Eddy.
Sedangkan produk atau keluaran yang diharapkan dari sekretariat wadah koordinasi pengelolaan SDA, menurut Eddy Soedibyo, pada prinsipnya sama antara Sekretariat DSDAP dan TKPSDA WS.
“Output tersebut adalah tersedianya SDM yang capable menyelenggarakan manajemen sekretariat, tersedianya fasilitas penyebaran Informasi yang memadai, tersedianya pembiayaan yang cukup untuk penyelenggaraan fasilitasi tugas dan fungsi DSDAP/TKPSDA, terfasilitasi tugas dan fungsi DSDAP/TKPSDA, tersedianya dukungan teknis dan managerial, serta terselenggaranya pemilihan calon anggota DSDAP/TKPSDA WS unsur nonpemerintah,” paparnya.
Dukungan teknis tersebut antara lain meliputi penyediaan sarana dan prasarana rapat-rapat, penyusunan kebijakan dan pertimbangan serta masukan kepada pemberi mandat, fasilitasi persidangan serta penyediakan tenaga ahli/pakar/narasumber yang diperlukan oleh Dewan.
Untuk dukungan managerial antara lain meliputi penyelenggaraan administrasi kesekretariatan, penyelenggaraan administrasi keuangan, dan fasilitasi penyelenggaraan pemilihan anggota DSDAP/TKPSDA WS atas unsur nonpemerintah.**faz/ad/wwn