Pansus II Dewan SDA Nasional tahun 2012, menghasilkan rumusan terhadap isu pencapaian target RHL Kritis seluas 2,5 juta Ha dan peningkatan pengelolaan SDA wilayah perbatasan (akan diberitakan berikutnya). Laporan hasil rumusan tersebut telah diterima dan diputuskan dalam Sidang Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional ) yang dilaksanakan di Jakarta 31 Januari 2013 dan akan dijadikan rekomendasi Dewan SDA Nasional untuk disampaikan kepada Presiden RI dalam waktu dekat.
Dalam sidang Dewan SDA Nasional yang dipimpin Menteri Pekerjaan Umum (PU) selaku Ketua Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE tersebut, telah menyepakati dan menyetujui lima permasalahan dan rekomendasi tindak lanjutnya terkait dengan pencapaian target RHL Kritis seluas 2,5 juta Ha dari hasil identifikasi yang dilakukan Pansus II Dewan SDA Nasional di tahun 2012.
Dalam laporan Pansus II disebutkan bahwa Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) merupakan kegiatan prioritas dalam pembangunan nasional dan sebagai salah satu upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Oleh sebab itu program RHL harus ditingkatkan, mengingat data terakhir dari Kementerian Kehutanan, luas lahan kritis baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada tahun 2011 adalah sebesar 27,29 juta Ha. Sedangkan program RHL yang sudah berjalan sejak tahun 2010 sampai dengan 2011 baru mencapai luas 741.103 Ha, dan pada tahun 2012 ditargetkan seluas 500.000 Ha yang masih sedang dilakukan evaluasi pencapaiannya.
Demikian pula Menteri Kehutanan telah menetapkan 108 DAS prioritas, melalui SK No. 328/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang Penetapan DAS Prioritas dalam rangka RPJM Tahun 2010 – 2014. Sementara sistem monitoring dan evaluasi yang sudah berjalan belum memadai untuk mengukur keberhasilan program RHL, karena belum ada parameter baku yang disepakati dalam menginterpretasikan tutupan lahan yang ditampilkan oleh citra satelite. Di samping itu untuk melakukan monitoring dan evaluasi diperlukan peta dengan skala yang lebih besar dari peta berskala 1 : 250.000 yang digunakan saat ini.
Pedoman RHL yang dapat dijadikan rujukan dalam program rehabilitasi lahan kritis, saat ini masih dalam proses kaji ulang (review). Rujukan yang bersifat konseptual tersebut sangat menentukan agar program RHL dapat dilaksanakan lebih terukur dan terarah sejak dalam tahap penjajagan kebutuhan sampai tahap monitoring dan evaluasi.
Disebutkan pula bahwa sesuai amanat Perpres No. 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA, program RHL seluas 2,5 juta Ha harus dicapai pada periode 5 (lima) tahun setelah Perpres No. 33 Tahun 2011 ditetapkan.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, kemudian Pansus II mengidentifikasi adanya lima permasalahan terkait pencapaian target Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) kritis seluas 2,5 juta Ha.
Untuk dapat mencapai pada saraan yang dituju, maka permasalahan yang ada harus dapat diatasi, oleh karenanya Pansus II Dewan SDA Nasional menyoroti berbagai masalah yang akan dijadikan rujukan untuk menyusun rekomendasi agar target Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) kritis seluas 2,5 juta Ha dapat dicapai.
Permasalahan pertama yang disoroti adalah bahwa saat ini pedoman RHL yang dapat dijadikan rujukan dalam program rehabilitasi lahan kritis masih dalam proses kaji ulang (review). Oleh karenanya, Pansus II memberikan rekomendasi kepada Pemerintah agar mempercepat proses kaji ulang (review) terhadap pedoman RHL guna mengoptimalkan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian RHL secara lebih terukur dan terarah.
Permasalahan kedua, sebanyak 108 DAS telah diinventarisasi sebagai zona kritis dan sangat kritis yang telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan, akan tetapi belum sepenuhnya menjadi fokus program RHL.
Terhadap permasahan tersebut, Pansus II merekomendasikan agar Pemerintah segera menetapkan pelaksanaan RHL difokuskan untuk dilaksanakan dilokasi 108 DAS prioritas yang telah ditetapkan Kementerian Kehutanan, termasuk seluas 2,5 juta Ha yang ditargetkan dalam Jaknas Pengelolaan SDA.
Rekomendasi lainnya adalah tetap melaksanakan RHL di lahan kritis pada DAS yang tidak diprioritaskan, namun dikoordinasikan dengan sektor, pemerintah daerah dan stakeholder lainnya yang ikut menangani RHL.
Permasalahan ketiga adalah sistem monitoring dan evaluasi yang sudah berjalan belum cukup akurat untuk mengukur keberhasilan program RHL, dikarenakan belum ada parameter standar yang disepakati dalam mengintepretasikan tutupan lahan diakibatkan belum tersedianya peta dengan skala yang memadai.
Berdasarkan permasalahan tersebut, direkomendasikan agar mempercepat tercapainya kesepakatan antar instansi terkait tentang parameter standar dalam menetapkan lahan kritis dan untuk mengetahui tutupan lahan.
Juga direkomendasikan, agar menetapkan sistem monitoring dan evaluasi terhadap program RHL dengan metode yang dapat menjamin keakuratan penilaian keberhasilan RHL, serta mempercepat ketersediaan peta yang memadai dengan skala 1 : 25.000 sebagai alat untuk mendukung monitoring dan evaluasi RHL secara lebih definitif.
Permasalahan keempat, masih lemahnya kelembagaan pasca pelaksanaan program RHL. Oleh karenanya direkomendasikan, agar mempercepat pembentukan dan penguatan kelembagaan pada tingkat tapak atau Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mengelolaan lahan yang sudah ditanami.
Permasalahan terakhir yaitu kelima adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan RHL. Untuk permasalahan tersebut, Pansus II merekomendasikan agar membangun mekanisme kerjasama antara pemerintah dengan mendorong masyarakat untuk berperan sebagai pelaku utama dalam program-program RHL.**