Setelah mendengarkan paparan dan masukan dari narasumber terkait dengan isu pencapaian target Millenium Development Goal’s (MDG’s) dalam bidang penyediaan air minum dan perbaikan kualitas air sungai yang melintasi Kawasan Perkotaan dan Industri, kemudian membahasnya secara internal di dalam Panitia Khusus (Pansus) III Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), dilanjutkan dengan rapat pleno antar Pansus Dewan SDA Nasional pada bulan Juli 2012, pada akhirnya dalam lanjutan rapat pleno antar Pansus Dewan SDA Nasional, Pansus III telah berhasil merampungkan draft rumusan rekomendasi terhadap kedua isu tersebut, di Jakarta (1/8).
Draft rumusan yang dihasilkan dan terdiri dari sekitar 18 butir identifikasi permasalahan disertai saran tindak lanjut tersebut, merupakan hasil masukan, diskusi dan sharing pengalaman dari para anggota pansus yang telah disepakati bersama dalam rapat pleno pembahasan antar pansus yang difasilitasi Sekretariat Dewan SDA Nasional.
Air Minum
Terkait dengan isu pencapaian target Millenium Development Goal’s (MDG’s) dalam bidang penyediaan air minum dilatarbelakangi dengan keinginan Pemerintah melalui Perpres No.5 tahun 2010 tentang RPJM Nasional 2010-2014 yang telah menetapkan fokus pembangunan, antara lain mengenai perluasan penyediaan air minum untuk pencapaian keseluruhan sasaran MDG’s 2015.
Sasaran air minum layak MDGs di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 68,78 persen, sementara itu yang baru tercapai tahun 2010 baru 53,26 persen (berdasarkan data BPS yang diolah oleh Ditjen Cipta Karya dan Bappenas), sehingga diperlukan percepatan pencapaian target MDG’s sebesar 15,61 persen yang harus dicapai dalam 4 (empat) tahun. Sedangkan kemampuan peningkatan setiap tahun hanya menghasilkan tambahan akses maksimum 1,78 persen.
Dalam upaya pencapaian MDG’s masih terdapat beberapa permasalahan, antara lain ketersediaan air baku, kurangnya investasi bidang air minum, komitmen pemerintah yang rendah, dan kinerja penyelenggara air minum yang belum optimal, serta pelaksanaan kegiatan belum sepenuhnya terpadu.
Selain itu perilaku pengguna air minum masih kurang memperhatikan efisiensi dan efektifitas pemanfaatannya. Oleh karena itu diperlukan kebijakan untuk mempercepat pencapaian target MDGs tersebut yang dituangkan dalam rencana tindak.
Berdasarkan latarbelakang tersebut, dalam rapat pleno pembahasan antar pansus telah disepakati dan diidentifakasi sebelas butir permasalahan. Misalnya saja, kemampuan penyediaan air baku untuk mendukung pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) sampai tahun 2012 baru sebesar 17,28 m3/det dari kebutuhan tahun 2015 sebesar 43,40 m3/det.
Kemudian penerapan Perpres No. 29/2009 tentang Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam rangka Percepatan Penyediaan Air Minum dirasakan tidak efektif, belum optimalnya keterpaduan antara program/kegiatan dengan pembiayaan pengembangan SPAM Perpipaan dan Bukan Jaringan Perpipaan (BJP)Terlindungi untuk percepatan pencapaian sasaran air minum layak MDGs, serta Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk pencapaian target MDG’s dalam pelaksanaannya, tidak didukung skema pembiayaan yang jelas.
Permasalahan berikutnya adalah belum optimalnya peran pemerintah provinsi dalam menggalang kerjasama antar pemerintah kabupaten/kota dalam mengembangkan SPAM untuk mencapai sasaran MDG’s, PDAM belum mampu melakukan investasi mandiri yang relatif besar untuk pengembangan SPAM dan Perusahaan Jasa Tirta (PJT) selama ini lebih mengutamakan usaha penyediaan air bakunya.
Demikian pula permasalahan penanganan pembangunan SPAM di pulau-pulau kecil, daerah terpencil termasuk daerah pesisir belum dilaksanakan secara terpadu, berkelanjutan dan berbasis teknologi tepat guna.
Selain itu, penanganan masalah krisis air oleh pemerintah daerah masih bersifat reaktif, belum semua pelaku usaha/industri yang mendapat Surat Izin Pengambilan Air Tanah (SIPAT) melaksanakan kewajiban untuk memberikan 10 persen dari alokasi air yang tercantum dalam SIPAT di luar CSR kepada masyarakat sekitar, sesuai PP. No 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
Perilaku masyarakat dan pelaku usaha masih kurang memperhatikan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air minum dan air hasil daur ulang. Dari permasalahan tersebut, Pansus III telah menyepakati untuk menyusun draft rumusan saran tindak lanjutnya, antara lain meningkatkan keterpaduan pelaksanaan antara pengembangan SPAM dan pembangunan prasarana penyediaan air baku, meningkatkan alokasi anggaran untuk penyediaan sumber air baku yang mendukung pengembangan SPAM, serta melakukan evaluasi terhadap substansi dan implementasi Perpres No.29/2009.
Selanjutnya adalah memperkuat komitmen dan meningkatkan pembiayaan APBN dan APBD serta melaksanakan program/kegiatan pengembangan SPAM Perpipaan dan BJP Terlindungi , melakukan terobosan untuk mendorong APBD provinsi dan kabupaten/kota agar dapat membiayai pembangunan prasarana penyediaan air minum dan pengawasan kualitas air minum di kabupaten/kota dengan menerbitkan Permendagri, serta meningkatkan koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah dalam penyusunan skema pembiayaan implementasi RAD yang mengakomodasi dukungan pembiayaan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Saran tindaklanjut lainnya adalah meningkatkan peran pemerintah provinsi agar lebih proaktif menggalang kerjasama antar pemerintah kabupaten/kota dalam mengembangkan SPAM untuk mencapai sasaran MDG’s, mendayagunakan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk menyediakan pinjaman dengan tingkat suku bunga yang layak untuk kegiatan pengembangan SPAM, serta meningkatkan komitmen pemerintah kabupaten/kota yang memiliki PDAM kategori Sehat agar lebih proaktif memanfaatkan fasilitas pinjaman perbankan untuk investasi pengembangan SPAM.
Begitu pula, disarankan untuk meningkatkan komitmen pemerintah kabupaten/kota yang memiliki PDAM kategori Kurang Sehat dan kategori Sakit untuk memanfaatkan fasilitas pinjaman PIP untuk investasi pengembangan SPAM, meningkatkan peran PJT dalam penyediaan air curah dengan mengembangkan kelembagaan yang mendukung usaha penyediaan air curah, meningkatkan koordinasi lintas kementerian/lembaga dalam menyusun strategi dan rencana pengembangan sumber air baku dan pengembangan SPAM terpadu, berbasis teknologi tepat guna dan berkelanjutan, serta meningkatkan kemampuan antisipatif pemerintah daerah agar lebih mendasar dan menyeluruh dalam penanganan masalah krisis air.
Disarankan pula agar kementerian yang berwenang mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan peraturan dalam pelaksanaan kewajiban untuk memberikan 10 persen dari alokasi air yang tercantum dalam SIPAT kepada masyarakat sekitar, serta meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha untuk memperhatikan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air minum dan mengatur penggunaan air hasil daur ulang.
Kualitas Air Sungai
Sementara itu untuk isu terkait perbaikan kualitas air sungai dilatarbelakangi kondisi kualitas air sungai sebagai sumber air baku cenderung semakin menurun akibat pencemaran limbah rumah tangga, limbah perkotaan, limbah industr, dan banjir sebagai akibat kerusakan lahan dan hutan di daerah tangkapan air.
Demikian juga pencemaran yang disebabkan limbah rumah tangga semakin meningkat, karena masih banyak rumah tangga yang belum memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak, semakin meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk dan rendahnya perilaku higienis sanitasi masyarakat.
Padahal berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan peningkatan akses sanitasi layak dari 24,81 persen pada tahun 1993 menjadi 55,5 persen pada tahun 2011.
Latar belakang lainnya adalah air permukaan selama ini menjadi andalan dalam sistem penyediaan air minum di Indonesia. Sehingga bila pencemaran air permukaan terjadi, maka akan menambah beban biaya pengolahan dan pada kondisi tertentu tidak lagi mampu diolah oleh PDAM.
Juga akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak masih belum memenuhi harapan MDG’s. Hal itu disebabkan oleh belum memadainya perangkat peraturan yang mendukung sistem pengelolaan air limbah, belum banyaknya kota-kota yang mempunyai institusi yang mengelola air limbah kota (baru ada di 11 kota), dan masih minimnya kualitas sumber daya manusia (SDM) pengelola air limbah oleh penyelenggara usaha pengolahan air limbah, serta kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota dalam mendukung keseluruhan aspek pembangunan, operasi dan pemeliharaannya masih sangat terbatas.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam rapat pleno pembahasan antar pansus ini berhasil mengidentifikasi dan menyepakati rumusan permasalahannya, antara lain penurunan kualitas air sungai sebagai sumber air baku karena erosi di daerah hulu, pencemaran limbah rumah tangga, perkotaan, dan industri mengakibatkan bahan pencemar tidak mampu diolah oleh PDAM, dan meningkatkan biaya pengolahan air minum.
Permasalahan lainnya adalah perangkat peraturan yang mendukung pengelolaan air limbah di perkotaan belum memadai, pada umumnya jaringan pembuangan air limbah kota masih tercampur dengan jaringan drainase air hujan, dan minimnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada lingkungan penyelenggara usaha pengolahan air limbah.
Terbatasnya pendanaan untuk mendukung keseluruhan aspek pembangunan pengelolaan air limbah, rendahnya kepedulian pemerintah daerah terhadap pentingnya pengolahan air limbah, dan masih rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat, juga menjadi permasalahan yang telah diidentifikasi Pansus III.
Dari berbagai permasalahan yang teridentifikasi tersebut, dalam rapat pleno pembahasan antar pansus telah disepakati beberapa butir saran tindak lanjutnya. Misalnya saja, mengubah paradigma agar pelestarian sumber air baku dan fungsi daerah tangkapan air diterima sebagai tanggungjawab bersama.
Saran tindak lanjut lainnya adalah meningkatkan kerjasama antar kementerian/ lembaga untuk pengamanan sumber air baku dengan melakukan pelestarian dan rehabilitasi hutan dan lahan di daerah hulu, meningkatkan penegakkan hukum untuk mencegah pencemaran limbah rumah tangga, perkotaan, dan industri.
Kemudian menyiapkan peraturan perundang –undangan yang mewajibkan pemerintah daerah untuk mengolah air limbah sebelum masuk ke sungai, meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaksanaan peraturan yang ada, melakukan pemisahan dalam pembangunan jaringan pembuangan air limbah kota dengan jaringan drainase air hujan khususnya untuk kota-kota yang baru dan untuk kota-kota yang lama dilakukan pemisahan secara bertahap, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola pelayanan air limbah melalui uji kompetensi, melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
Demikian juga disarankan untuk mendorong peningkatan alternatif sumber pembiayaan yang murah dan berkelanjutan, mendorong peningkatan prioritas pendanaan pemerintah daerah dalam pengembangan sistem pengelolaan air limbah, meningkatkan pembiayaan melalui kemitraan pemerintah dan swasta, dan menyelenggarakan prasarana dan sarana pengolahan air limbah berbasis masyarakat (community based development).
Rekomendasi lainnya adalah meningkatkan pembiayaan APBN untuk melaksanakan pembinaan, pengembangan teknologi ramah lingkungan dan pendampingan kepada pelaku industri, khususnya industri kecil serta meningkatkan pembiayaan APBN untuk melakukan penelitian dan pengembangan teknologi konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.
Beberpa butir saran tindak lanjut lainnya adalah melaksanakan advokasi dan pendampingan dalam proses pembangunan prasarana dan sarana pengolahan air limbah, melaksanakan kampanye publik, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, serta mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan pemicuan perubahan perilaku melalui pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat.**ad/wwn