Dalam rapat pleno lanjutan antar Panitia Khusus (Pansus) Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), Pansus IV telah berhasil menyepakati rumusan rekomendasi terkait dengan upaya peningkatan pemanfaatan energi terbarukan dari tenaga air dan transportasi sungai, di Jakarta (30/7).
Berdasarkan masukan, saran dan sharing pengalaman dari setiap anggota Pansus yang hadir dalam rapat pembahasan tersebut, Kepala Pusat Teknologi Kelistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Balitbang – Kementerian ESDM, Ir. Hartono yang dalam hal ini selaku Ketua Pansus IV, Ir. Tri Mumpuni (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia/METI) selaku Wakil Ketua, dan lima orang anggota, antara lain Ir. Bambang Kuswidodo, Dipl. HE (Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar/KNI-BB) dan Lutfi Syarief, SE (Gabungan Pengusaha Nasonal Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (GAPASDAP), telah menyepakati sekitar 10 butir permasalahan yang teridentifikasi berikut saran tindak lanjutnya.
Berpotensi
Permasalahan dan saran tindak lanjut terkait upaya peningkatan pemanfaatan energi terbarukan dari tenaga air dilatarbelakangi oleh pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia yang rata-rata sebesar tujuh persen pertahun.
Namun demikian, akses masyarakat terhadap energi sampai saat ini masih terbatas. Pasalnya, infrastruktur energi untuk menyediakan akses listrik di daerah perdesaan atau daerah terpencil dan pulau-pulau terluar pada umumnya masih belum dikembangkan. Hal ini diindikasikan oleh rasio elektrifikasi pada tahun 2011 yang tercatat sebesar 70,4 persen, dimana sekitar 29,6 persen rumah tangga belum mendapatkan akses listrik.
Selain itu ketergantungan terhadap energi fosil di Indonesia masih tinggi, yaitu sekitar 90 persen yang mengakibatkan subsidi energi fosil masih tinggi, sementara pemanfaatan energi terbarukan dan implementasi konservasi energi belum optimal.
Padahal, salah satu pemanfaatan energi terbarukan dari tenaga air, potensinya terbilang cukup besar. Potensi sumber tenaga air menurut rancangan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) tahun 2010-2029 sebesar 22.100 MW yang tersebar di seluruh provinsi.
Dari hasil studi yang dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dapat dikembangkan dalam skenario realistik hingga tahun 2027 adalah sebesar 12.319 MW di 89 lokasi.
Sedang total kapasitas terpasang pembangkit nasional hingga bulan Juni 2012 adalah sebesar 40.438 MW, dimana sekitar 4.655 MW diantaranya merupakan pembangkit listrik tenaga air skala besar, mini dan mikro.
Potensi pembangkit listrik tenaga air khususnya mini dan mikro hidro sebenarnya cukup besar, akan tetapi baru terpasang sebesar 228,98 MW atau 29,75 persen dari potensi yang tersedia (Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi/EBTKE – Kementerian ESDM, 2012).
Oleh karena itu berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN tahun 2011-2020, maka pengembangan PLTA dari tahun 2011 – 2020 yang mencakup wilayah Indonesia Barat, Indonesia Timur, dan Jawa – Bali ditargetkan sebesar 5.722 MW.
Latar belakang lainnya adalah adanya beberapa keunggulan PLTA, yaitu cepat menyesuaikan dengan kebutuhan beban, kapasitas daya keluaran PLTA relatif besar dibandingkan dengan pembangkit energi terbarukan lainnya, memiliki masa operasi yang panjang dari 50 – 100 tahun, serta bendungan yang digunakan biasanya bersifat multiguna dan bebas emisi karbon.
Berdasarkan hal tersebut, maka telah disepakati dan didentifikasi permasalahan yang muncul, diantaranya belum ada prosedur perizinan pemanfaatan energi terbarukan dari tenaga air yang baku di setiap daerah. Misalnya saja, tidak ada kejelasan siapa yang berwenang memberi izin, jenis dan persyaratan perizinan, serta tidak ada kejelasan biaya dan waktu penyelesaian.
Juga penerapan peraturan tentang pelaksanaan investasi di bidang pemanfaatan energi terbarukan dari tenaga air, belum efektif di semua daerah. Begitu juga saat ini ada keterbatasan tenaga ahli nasional bidang PLTA.
Pengembangan PLTA belum didukung oleh industri nasional untuk produk mesin dan peralatan, seperti generator dan turbin, pengadaan tanah untuk tapak proyek PLTA terkendala oleh masalah sosial dan lingkungan, PLTA sangat rentan terhadap sedimentasi akibat kurangnya pemeliharaan daerah tangkapan air, dan potensi sumber energi terbarukan dari tenaga air yang dimanfaatkan baru sekitar 8,8 persen (sumber: Ditjen EBTKE 2012).
Belum Terkoneksi
Sementara itu permasalahan dan saran tindak lanjut terkait upaya peningkatan transportasi air dilatarbelakangi oleh keberadaan sungai yang merupakan salah satu sumber air yang difungsikan dan dimanfaatkan sebagai sarana transportasi, khususnya di daerah perbatasan dan pedalaman sebagai alat pembuka keterisolasian dan pendorong pergerakan ekonomi wilayah.
Moda transportasi sungai juga dirasakan belum banyak yang terkoneksi dengan moda transportasi darat, sehingga transportasi sungai sampai saat ini masih belum menjadi pilihan masyarakat.
Padahal, penggunaan moda transportasi air ini sebenarnya dapat mengakomodasi beban angkutan yang berat, sehingga bisa mengurangi kerusakan jalan akibat angkutan barang yang berlebih beban muatannya.
Namun demikian, dikarenakan sampai saat ini masih belum ada kejelasan tentag instansi yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan alur sungai, menyebabkan banyak kerusakan alur sungai akibat transportasi air dan pendangkalan.
Dari latar belakang tersebut, maka telah diidentifikasi permasalahan terkait upaya peningkatan transportasi air. Antara lain, masih terdapat ketidakterpaduan antara moda transportasi darat dengan moda transportasi sungai, sehingga mengakibatkan biaya tinggi.
Pemanfaatan sungai untuk transportasi air belum optimal khususnya untuk angkutan barang, ketidakjelasan penanggung jawab pemeliharaan ruas sungai yang digunakan untuk transportasi air, dan banyak sungai yang mengalami pendangkalan sehingga layanan transportasi sungai tidak optimal.
Tindak Lanjut
Berdasarkan permasalahan yang telah diidentifikasi tersebut, maka dalam pembahasan rapat pleno antar Pansus Dewan SDA Nasional ini, disepakati beberapa butir rumusan draft saran tindak-lanjutnya.
Umpamanya saja, untuk isu mengenai peningkatan pemanfaatan energi terbarukan dari tenaga air, direkomendasikan untuk melakukan penataan dan penyusunan mekanisme perizinan pemanfaatan energi terbarukan dari tenaga air dengan mengacu pada UU No. 7 Tahun 2004 tentang SDA dan PP No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan SDA.
Selain itu, disarankan untuk meningkatkan supervisi dan evaluasi pelaksanaan peraturan tentang investasi di bidang pemanfaatan energi terbarukan dari tenaga air dan membuat program kerjasama antara pemerintah (Kementerian PU, Kementerian ESDM, Kementerian Dikbud), dunia usaha dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetensi SDM dibidang pengembangan energi dari tenaga air dan penyediaan tenaga ahli bidang PLTA.
Juga disarankan untuk optimalisasi pemanfaatan insentif fiskal oleh Pemerintah dan non fiskal oleh pemerintah daerah untuk pengembangan investasi industri permesinan dan peralatan PLTA, melaksanakan promosi investasi industri nasional permesinan dan peralatan PLTA, serta mengintensifkan pelaksanaan UU No.2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang diikuti dengan penegakan hukum – law enforcement.
Kemudian disarankan pula untuk mengembangkan pola investasi dan pelaksanaan proyek PLTA yang mengikutsertakan masyarakat, memprioritaskan dan mengintensifkan program konservasi hutan dan lahan antarsektor di daerah tangkapan air PLTA, serta memasukkan DAS lokasi PLTA sebagai DAS prioritas.
Mengimplementasikan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL 2011-2020) secara konsisten dan mengembangkan sumber pendanaan untuk pengembangan energi terbarukan dari tenaga air, juga merupakan saran tindak lanjut untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dari tenaga listrik.
Sedang untuk isu transpotasi air, disarankan untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi program serta perencanaan pembangunan infrastruktur jalan dan infrastruktur pelabuhan sungai.
Selain itu menyediakan prasarana transportasi darat yang terintegrasi dan terkoneksi dengan prasarana transportasi sungai, serta membuat kebijakan dan/atau peraturan daerah tentang pemanfaatan sungai untuk transportasi air sebagai alternatif untuk angkutan barang yang melebihi berat tertentu.
Saran lainnya adalah menetapkan instansi yang berwenang dan bertanggung jawab dalam pemeliharaan ruas sungai yang digunakan untuk transportasi air, mempersiapkan peraturan tentang pengusahaan sungai untuk transportasi air dan kewajiban pemeliharaan sungai, melakukan pengerukan terhadap alur sungai yang mengalami pendangkalan untuk mengoptimalkan transportasi sungai, serta memprioritaskan rehabilitasi lahan dan hutan yang mengakibatkan pendangkalan alur sungai untuk transportasi.*tim