Rapat pembahasan penyusunan Naskah Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi (SIH3) di tingkat Panitia Khusus (Pansus) berakhir, dengan disepakatinya draft rancangan Kebijakan Pengelolaan SIH3 tersebut, di Jakarta (26/7).
Rapat pembahasan yang langsung di pimpin Kepala Pusat Lingkungan Geologi – Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selaku Ketua Pansus Kebijakan Pengelolaan (SIH3), Ir. H. Danaryanto, M.Sc, dan dihadiri Sekretaris Harian Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), Ir. Imam Anshori, MT, telah menyepakati lima bab didalam draft tersebut.
Kelima bab itu adalah bab pertama mengenai pendahuluan, bab kedua – permasalahan, bab ketiga tantangan ke depan, bab keempat – rumusan pokok-pokok kebijakan dan bab kelima mengenai penutup.
Pada bab pertama menjelaskan antara lain mengenai Kebijakan Pengelolaan SIH3 pada tingkat nasional merupakan bagian dari sistem informasi SDA dan sebagai pendukung Kebijakan Nasional SDA (Jaknas SDA).
Dijelaskan juga bahwa Kebijakan Pengelolaan SIH3 pada tingkat nasional menjadi acuan bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan pemilik kepentingan lainnya dalam perumusan kebijakan yang mengatur pelaksanaan pengelolaan SIH pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan Wilayah Sungai (WS).
Pada bab kedua mengenai permasalah, diuraikan sembilan poin permasalahan, yaitu aksesibilitas data dan informasi, keakuratan, kebenaran, konsistensi dan ketepatana waktu data dan informasi, keaneka ragaman data dan informasi, tumpang tindih penerapan tugas dan fungsi, serta kompatibilitas perangkat pengolahan data dan informasi.
Empat poin permasalahan sisanya adalah keterbatasan sumber daya dan teknologi, keterbatasan dana dan pembiayaan, keterbatasan peran masyarakat dan dunia usaha, serta kepedulian pemerintah.
Untuk bab ketiga tentang tantangan ke depan dijelaskan antara lain adanya perubahan iklim global yang mengakibatkan terjadinya pola cuaca yang sangat sulit diprediksi, sehingga dalam pengelolaan data dan informasi H3 diperlukan data yang lengkap, akurat, intensif dan diperoleh dengan tepat waktu serta dapat disampaikan kepada pemilik kepentingan.
Pasalnya, dengan tersedianya data seperti itu nantinya akan mendukung tersedianya informasi yang komprehensif dalam rangka melakukan adaptasi terhadap variasi dan perubahan iklim.
Disamping itu, tantangan ke depan lainnya adalah meningkatnya intensitas penggunaan air, pencemaran air, terjadinya bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor menuntut peningkatan pengamatan data dan informasi H3 yang intensif baik dari waktu maupun parameternya.Juga diperlukan peningkatan kemampuan dalam melakukan prakiraan dan peringatan dini yang akurat.
Keragaman karakteristik geografi dan perkembangan wilayah, antara lain terjadinya alih fungsi lahan, pemekaran wilayah dan perkembangan penduduk memerlukan jaringan pengelolaan data dan informasi H3 yang lebih luas dan terjangkau.
Sementara di bab keempat tentang rumusan pokok-pokok kebijakan dijelaskan bahwa kebijakan pengelolaan SIH3 pada tingkat nasional meliputi kebijakan pengembangan kelembagaan, kebijakan peningkatan tata laksana, kebijakan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebijakan peningkatan pembiayaan serta kebijakan peran masyarakat dan dunia usaha.
Dalam bab kelima dijelaskan bahwa kebijakan pengelolaan SIH3 pada tingkat nasional merupakan arahan strategis pengelolaan data dan informasi H3 yang merupakan bagian dari sistem informasi SDA untuk jangka waktu 2010 – 2030.
Di bab terakhir ini juga menekankan agar kementerian dan lembaga terkait serta pemerinath provinsid an kabupaten/kota menindaklanjuti kebijakan tersebut dalam dokumen rencana startegis di bidang tugas masing-masing sebagai bagian dari RPJM Nasional, RPJM Provinsi, dan RPJM Kabupaten/Kota.
Selain itu, di bab penutup ini dijelaskan bahaw kebijakan pengelolaan SIH3 pada tingkat nasional dapat ditinjau ulang sejalan dengan dinamika sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Dimana peninjauan ulang terhadap kebijakan ini tetap harus melibatkan para pemilik kepentingan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan WS.**faz/ad