Penandatanganan Kerjasama Operasional (KSO) Hidrologi dan Kualitas Air antara Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan-Jeneberang dengan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Selatan, telah dilaksanakan sesusai acara Pengukuhan TKPSDA WS Saddang dan TKPSDA WS Walanae Cenranae, di Kota Makasar – Sulawesi Selatan (16/5).
Dalam sambutan acara tersebut, Direktur Bina Opreasi dan Pemeliharaan , Ditjen SDA – Kementerian PU, Ir. Hartanto, Dipl. HE menyetakan, bahwa KSO tersebut merupakan rangkaian dari Memorandum of Understanding (MOU) yang telah disetujui dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dengan Gubernur Sulawesi Selatan pada bulan April 2011.
“Maksud dari nota kesepakatan ini adalah untuk memberikan landasan hukum dalam rangka kerjasama pengelolaan SDA pada wilayah sungai yang menjadi kewenangan Pemerintah meliputi 13 kegiatan pengelolaan SDA yang akan dikerjasamakan termasuk KSO Hidrologi dan Kualitas Air ini,” katanya.
Hartanto menyatakan rasa bersyukurnya, karena begitu besar rahmat Tuhan YME berupa air yang berlimpah, tanah yang subur, dan sawah lading yang luas diberikan kepada bangsa dan masyarakat Indonesia.
“Mestinya kita tidak pernah kehausan dan tidak pernah kekurangan pangan. Juga tidak kekurangan listrik atau listrik padam, karena potensi listrik tenaga air kita yang sangat besar. Di Sulsel ini potensi listrik tenaga air diperkiarakan sekitar 2.000 MW, tetapi yang baru dimanfaatkan saat ini baru 500 MW,” jelasnya.
Tidak Merata
Lebih lanjut Hartanto menjelaskan, bahwa rata-rata ketersediaan air di Indonesia saat ini lebih dari 15 ribu m3/kapita/tahun. Angka tersebut hampir 25 kali lipat diatas rata-rata ketersediaan air perkapita dunia yang besarnya hanya 600 m3/kapita/tahun.
“Meskipun ketersediaan air di negri kita dalam skala global sangat berlimpah, tetapi keberlimpahan tersebut tidak terbagi merata di setiap wilayah. Keberadaan air di daratan Indonesia sepanjang tahun sangat dipengaruhi musim, letak geografis dan kondisi geologis,” ungkapnya.
Umpamanya saja, pulau-pulau di wilayah Indonesia bagian barat sangat kaya airhujan, sedangkan wilayah timur, kurang hujannya terkecuali Papua dan Sulawesi Selatan.Begitupun, di musim penghujan banyak wilayah yang sering terlanda banjir, dan sebaliknya di musim kemarau banyak wilayah kekurangan air.
“Baik banjir maupun kekeringan, keduanya sangat mem[pengaruhi ketahanan pangan nasional. Pada muasim kering tahun 1997/1998 saja misalnya, tercatat sawah yang kekeringan lebih dari 600 ribu Ha dan 128 ribu Ha diantaranya mengalami gagal panen. Sedagkan pada musim penghujan 1999/2000 tercata banjir menggenangi sawah lebih dari 270 ribu Ha dan 73 ribu Ha diantaranya mengalami gagal panen” tutur Hartanto.
Namun demikian, Hartanto mengingatkan, bahwa kekeringan dan banjir merupakan fenomena alam yang adalah bagian dari siklus kehidupan ekosistem di bumi ini. Hampir setiap tahun peristiwa kekeringan dan banjir datang silih berganti di berbagai tempat, yang tidak hanya di Indonesia, tetapi juga melanda berbagai negara lainnya.
Faktor penyebab kekeringan hampir sama dengan penyebab banjir. Dimana semakin parah banjir yang terjadi, maka akan semakin dahsyat pula kekeringan yang akan menyusul dan demikian pula sebaliknya.
“Besar kecilnya curah hujan di suatu tempat, merupakan fenomena alam yang terkait dengan siklus hidrologi di bumi. Perubahan siklus hidrologi tahunan saat ini, makin membingungkan perencanaan alokasi air serta jadwal musim tanam,” ujar Hartanto.
Oleh karena itulah, menurut Hartanto, bahwa data hidrologi, klimatologi dan kualitas air merupakan salah satu faktor terpenting untuk pembangunan, peningkatan, serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang dibangun.
“Jaringan hidrologi adalah salah satu aspek penting yang seharusnya menjadi sarana penyedia informasi tentang ketersediaan dan kondisi air, baik untuk keperluan perencanaan maupun sebagai sumber informasi bagi penyelenggaraan urusan pengelolaan SDA,” jelasnya.
Hartanto juga menyadari, bahwa pada dekade-dekade yang lalu, pemerintah masih belum memberikan perhatian yang memadai terhadap hidrologi, baik dari segi kerapatan jumlah stasiun hidrologi dan jaringannya, organisasi dan personilnya, bahkan kesinambungan sumber pendanaannya.
“Karena itulah dengan KSO Hidrologi dan Kualitas Air ini, dapat mulai membangun kembali tekad dan semangat kita dalam rangka menunjang pembangunan dan pengelolaan SDA ke depan,” harap Hartanto.
Hadir dan ikut menyaksikan dalam acara penandatangan KSO Hidrologi dan Kualitas Air ini, antara lain Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT, Kepala Dinas Pengelolaan SDA Provinsi Sulawesi Selatan, Ir. Soeprapto, M.Eng dan Kepala BBWS Pompengan-Jeneberang, Ir. Adang Saf Achmad, CES. ** jon/faz/ad