Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Pasal 20, menyebutkan bahwa Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) pada Wilayah Sungai (WS) Lintas Negara dirumuskan oleh Dewan SDA Nasional.
Berkaitan dengan hal tersebut, unit pelaksana teknis yang membidangi SDA WS lintas negara membantu Dewan SDA Nasional dalam penyusunan rancangan pola PSDA WS lintas Negara. Rancangan pola ini nantinya akan disampaikan unit pelaksana teknis tersebut kepada menteri untuk ditetapkan sebagai pola PSDA WS lintas negara dan digunakan sebagai bahan penyusunan perjanjian PSDA dengan Negara bersangkutan.
Menindaklanjuti hal tersebut, Sekretariat Dewan SDA Nasional menggagas suatu pertemuan dengan unit pelaksana teknis dan Balai Wilayah Sungai (BWS) untuk lebih mengetahui sejauhmana penyusunan rancangan pola PSDA WS lintas negara yang besangkutan sebelum disampaikan dan dirumuskan Dewan SDA Nasional, di Jakarta (29/4).
Tiga Negara
Dalam pertemuan yang dipimpin Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT mengemuka bahwa ada lima WS lintas negara yang berbatasan dengan tiga negara yaitu, Timor Leste, Malaysia dan Papua Nugini.
Kelima WS lintas negara tersebut adalah WS Benanain dan WS Noel Mina di provinsi NTT, WS Sesayap di Kalimantan Timur, WS Membramo-Tami-Apauvar dan dan WS Einlanden-Digul-Bikuma di Provinsi Papua.
Dalam pemaparannya Kepala BWS Nusa Tenggara II, Ir. T. Iskandar, MT menyatakan, bahwa WS Noel Mina secara geografis terletak di 121o31’07’’ BT – 124o36’44’’ dan 09o23’07’’ LS –11o00’32’’ LS.
“ Secara administratif WS Noel Mina meliputi Kab. Timor Tengah Selatan (TTS), Kotamadya Kupang, Kab. Kupang, dan Kab. Rote Ndao. Jumlah DAS di WS Noelmina sebanyak 384 Dearah Aliran Sungai (DAS) dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 sekitar 998.797 jiwa,” kata Iskandar.
Terkait penyusunan rancangan pola PSDA WS Noel Mina, menurut Iskandar, analisa data yang dipakai adalah skenario ekonomi tinggi. Pasalnya, tingkat pertumbuhan ekonomi pada saat pelaksanaan kegiatan lebih dari empat persen.
“Didalam rancangan pola PSDA WS Noel Mina memang belum dilengkapi matrik kebijakan operasional, karena kebijakan operasional baru muncul dalam Permen PU No. 22 tahun 2009. Padahal penyusunan ranganan Pola PSDA WS Noel Mina sudah dilaksanakan sejak tahun 2007,” tuturnya.
Disamping itu, Iskandar melanjtkan, bahwa saat ini Pulau Sabu yang dulunya masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Kupang sekarang telah menjadi Kabupaten tersendiri, yaitu Kabupaten Sabu Raijua.
“Dengan demikian perlu adanya penyesuaian kembali dokumen rancangan pola PSDA WS Noel Mina ini dengan merujuk pada Permen PU No. 22 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Pola Pengolahan SDA,” jelasnya.
Sementara itu dalam penjelasan, Kepala BWS Papua, Ir. Drs. Matius Baba, MM disebutkan, bahwa letak geografis WS Mamberamo – Tami – Apauvar antara koordinat 136° 21’ – 140° 49’ BT dan 1° 27’ – 44° 32’ LS ”DAS Memberamo meliputi beberapa sub-DAS di antaranya adalah Sabuaer, Sobger, Idenburg Hulu, Van der Wall, Idenburg Hilir, Van Daalen, Rouffaer Hulu, Biri dan sub DAS Memberamo,” ujar Mathius.
Untuk DAS Tami, menurut Mathius Baba, meliputi sub-DAS di antaranya adalah Siborgonyi, Sentani, Skanto, Arso, Tami, Sermo, dan Grime serta DAS Apauvar meliputi sub-DAS antara lain Verkume, Apauvar, Tor, Biri, dan sub-DAS Wiru.
“Di bagian hulunya merupakan perbukitan termal dan berlembah, Bagian Tengah merupakan satuan dataran banjir dan berawa, Bagian Hilir merupakan satuan dataran berawa pasang surut,” jelasnya.
Sedangkan isu lokal terkait dengan pengelolaan SDA pada WS Membramo-Tami-Apauvar, menurut Mathius diantaranya, perlunya peningkatan kecukupan pangan, semakin meningkatnya lahan kritis di Puncak Cycloops dan perbukitan sekitar Jayapura, serta di Puncak Jayawijaya.
Selain itu isu lainnya adalah meningkatnya penambangan Galian C di perbukitan yang menyebabkan penggundulan hutan, peningkatan erosi, peningkatan sedimentasi di hilir, peningkatan kekeringan lahan, belum dikembangkannya secara optimal potensi lahan rawa, dan tingkat pelayanan (service area) jaringan PDAM dan perpipaan masih sangat rendah (sekitar 20 %), sehingga sangat perlu ditingkatkan.
“Juga tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat masih minim dalam keikutsertaan menjaga kelestarian SDA dan terbatasnya jaringan pencatatan data hidrologi seperti curah hujan, debit aliran, pencatatan tinggi muka air, AWLR, klimatologi dan sebagainya,” jelasnya.
Untuk WS Sesayap di Provinsi Kalimantan Timur, Kepala BWS Kalimantan II, Ir. Achmad Maliki, ME menerangkan, bahwa proses penyusunan pola PSDA WS Sesayap telah dilaksanakan pada tahun 2007.
“Pada kegiatan ini juga sudah dilakukan sosialisasi melalui PKM I di Tarakan dan PKM II di Samarinda dengan mengundang instansi terkait di kabupaten/kota di WS Sesayap, LSM, Perguruan Tinggi, dan Stakeholder yang lain,” tutur Maliki.
Achmad Maliki melanjutkan, bahwa komunikasi juga dilakukan ke dinas-dinas di WS Sesayap dan di Forum Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Forum Sosek Malindo) dan juga pernah di presentasikan di Bali.
Adapun isu di WS Sesayap, menurut Maliki, antara lain meluapnya air sungai ke daratan yang menyebabkan banjir yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, sedimentasi di WS Sesayap termasuk kategori sedang dan berat, dan diperparah oleh erosi lateral sungai yang bersangkutan karena ombak yang ditimbulkan oleh perahu cepat, sehingga akan mengganggu kondisi navigasi / pelayaran transportasi sungai.
“Permasalahan air limbah juga terjadi dan berasal dari daerah industri (pertambangan), domestik sampai dengan daerah peternakan. Sehingga menyebabkan menurunnya kondisi kualitas air,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan Maliki, bahwa pengelolaan SDA pada WS Sesayap sampai sejauh ini masih dilakukan secara terbatas karena pengelolaan air dan pemeliharaan prasarana pengairan belum mendapat dana secara memadai.
Hal ini disebabkan, para pemanfaat belum berkontribusi dalam menyediakan dana untuk pengelolaan air dan pemeliharaan prasarana pengairan. Keterbatasan dana mengakibatkan prasarana pengairan di WS Sesayap tidak dipelihara sebagaimana mestinya.
“Sehingga fungsinya akan semakin berkurang dan tidak seperti yang direncanakan semula. Bahkan dapat terancam mengalami kerusakan yang lebih parah,” ujar Achmad Maliki.
Selain isu lokal di WS Sesayap, Maliki juga memaparkan, ada beberapa isu strategis di daerah perbatasan Provinsi Kalimantan Timur – Serawak, Malaysia. Misalnya saja, batas kawasan hutan secara de jure dan de facto, baik dalam wilayah negara RI maupun di sepanjang garis perbatasan dengan Malaysia, tidak jelas dan tidak mantap.
“Begitu juga keadaan hutan sebagian besar rusak, sehingga tidak memungkinkan baginya untuk berfungsi secara optimal sebagai akibat kegiatan pencurian kayu dan perdagangan yang melanggar hukum (illegal logging dan illegal trading) dari kawasan hutan di wilayah perbatasan telah lama terjadi dan semakin merebak,” katanya.
Setelah mendegarkan pemaparan dari masing-masing Kepala BWS yang dilokasinya terdapat WS lintas negara, dalam pertemuan tersebut ada beberapa usulan yang disampaikan, diantaranya adalah untuk terus menyempurnakan penyusunan pola PSDA WS lintas negara dan memprioritaskan salah satu WS lintas negara untuk diselesaikan penyusunan pola PSDA-nya, khususnya di Provinsi Papua dan NTT yang mempunyai dua WS lintas negara.**gml/faz/ad