Dewan Sumber Daya Air Provinsi (DSDAP) Sulawesi Tengah yang terbentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah No. 600/287/PUD-G-ST/2009 tertanggal 30 Juni 2009, saat ini terus menjalankan aktivitasnya.
Seperti halnya, pelaksanaan rapat pendalaman bersama diantara para anggota DSDAP Sulawesi Tengah yang berjumlah 24 orang tersebut tentang berbagai peraturan terkait, Kebijakan Nasional (Jaknas) SDA serta tugas pokok dan fungsi DSDAP.
Rapat pendalaman tersebut dibuka oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Tengah selaku Ketua Harian DSDAP Sulawesi Tengah, Ir. Moch. Noer Mallo, M.Si di ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, Palu (12/1).
Dengan narasumber Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT dan Kepala Bagian Pelayanan Informasi – Sekretariat Dewan SDA Nasional, Ir. A. Tommy M. Sitompul, M.Eng yang memaparkan masing-masing mengenai UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, PP 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, Jaknas SDA, serta tugas pokok dan fungsi DSDAP, diskusi yang dilaksanakan berlangsung cukup hangat dan menarik.
Berbagai pertanyaan,masukan dan sharing pengalaman dilontarkan oleh para peserta rapat yang berasal, baik dari unsur pemerintah maupun non-Pemerintah kepada kedua narasumber yang ditanggapi dan dijawab dengan positif oleh keduanya.
Isu Strategis
Setelah dilaksanakannya pendalaman terhadap berbagai peraturan terkait, rapat dilanjutkan dengan menggali berbagai isu strategis yang berkaitan dengan SDA di Provinsi Sulawesi Tengah.
Isu-isu strategis tersebut disampaikan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah I Lambunu – Buol dan UPT PSDA Wilayah II Sungai Bongka – Mentawa.
Dari hasil pemaparan dan diskusi yang dilaksanakan, ada beberapa catatan yang telah disepakati sebagai agenda kerja sebagai bahan pembahasan dalam Sidang Pleno DSDAP Sulawsi Tengah nantinya.
Diantaranya adalah, dampak penambangan emas yang merusak jaringan irigasi dan pemakai air irigasi di Daerah Irigasi (DI) Moilong dan DI. Singkoyo. Hal itu juga diperkuat dengan adanya laporan yang disampaikan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) setempat, yang menyebutkan adanya limbah yang mencemari air irigasi, sehingga mereka berharap perlu diupayakan solusinya untuk menghentikan aktivitas penambangan di sana.
Penambangan emas yang cukup marak di Provinsi Salawesi Tengah, juga dilaksanakan di Poboya – Kawasan Kota Palu. Bahkan, penambangan emas juga dilaksanakan di dekat Kantor Gubernur Sulawesi Tengah. Hal ini juga diharapakan mendapat perhatian.
Catatan lainnya adalah di salah satu DI telah dimanfaatkan air irigasinya untuk pembangkit tenaga listrik. Hal itu juga diharapkan dapat dicarikan solusinya, agar tidak mengganggu suplai air irigasi ke areal persawahan yang ada.
Selain itu, ada program Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) dan Jaringan Irigasi Desa (JIDES) serta program pembangunan embung dari Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah yang perlu dikoordinasikan dan disenergikan diantara instansi terkait agar kegiatannya dapat dilaksanakan dengan optimal.
Kemudian pada tahun 2011, telah direncanakan pencetakan sawah baru seluas 2.500 Ha, dimana pada tahun 2010 juga telah dilaksanakan pencetakan sawah baru seluas 1.000 Ha. Hal ini perlu dikordinasikan dengan berbagai instansi terkait agar kecukupan pasokan airnya dapat terjamin dengan baik.
Juga disampaikan mengenai penyusutan lahan sawah akibat penambangan emas yang tidak terkendali dan penambangan LNG yang memanfaatkan lahan pertanian pada DI. Sinorang dan DI. Mentawa, yang keduanya berada di Kabupaten Poso.
Catatan berikutnya adalah bencana alam banjir yang kerap terjadi di Kabupaten Morowali yang menggenangi perumahan penduduk dan persawahan dengan lama genangan rata-rata mencapai 2-3 bulan. Banjir yang merupakan langganan setiap tahun di daerah Trans Togo Mulyo dan Trans Bunta ini, seba gai akibat ketidakseimbangan antara daya tampung palung Sugai La’a dengan kondisi hidrologinya.
Banjir juga terjadi yang menyebabkan saluran induk DI. Gumbasa pada tahun 2005 dan 2010 tertutup dan jalan poros Palu-Kulawi terganggu dengan kerugian diperkirakan Rp. 100 milyar. Banjir ini terjadi dikarenakan DAS Sombe Lewara kritis, kemiringan sungai lebih dari dua persen, dan keterbatasan infrastruktur pengendali daya rusak air, serta diperparah dengan banyaknya masyarakat yang tinggal di tepi sungai. Sungai Sombe Lewara merupakan penyumbang sedimen tertinggi ke Sungai Palu.
Di Sungai Palu ini marak dilakukan penambangan pasir golongan C yang menyebabkan dasar sungai di sekitar jembatan di Kota Palu turun sekitar empat meter. Akibat penambangan pasir tersebut, revertment dan beberapa check dam pada ambrol. Sehingga penetapan sempadan sungai di sepanjang Sungai Palu sangat urgent dilaksanakan.
Ada juga laporan yang menyampaikan penggunaan air dari jaringan irigasi untuk perikanan darat yang kebanyakan airnya tidak kembali lagi ke saluran asalnya. Hal tersebut juga patut untuk dijadikan perhatian Anggota DSDAP Sulawesi Tengah.
Sementera itu juga disampaikan mengenai database SDA yang terkendala dengan kondisi pos hidrologi, kondisi sungai, dan prasarana sungainya.
Dari beberapa catatan tersebut diharapkan Pemda perlu berhitung lebih cermat akibat kebijakan investasi tambang, sawit, dan hasil hutan dikaitkan dengan tingkat kerusakan yang muncul. Sehingga, perlu ada ketegasan Pemda untuk mewujudkan komitmen yang terbangun di DSDAP Sulawesi Tengah.**