Tak kurang dari 59 Wadah Koordinasi (Wakor) Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) sampai kwartal pertama tahun 2012 ini telah terbentuk. Terdiri dari 25 Dewan Sumber Daya Air Provinsi (DSDAP) dan 34 Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS).
Demikian hal tersebut terungkap dalam pertemuan “Konsultasi Antar Sekretariat TKPSDA WS” yang dilaksanakan di Kota Gudeg, Yogyakarta – Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), (25-27/4) dan dihadiri lebih dari 25 peserta ataupun utusan dari berbagai Sekretariat TKPSDA WS.
Dalam pengantar pembukaan rapat konsultasi tersebut, Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT, mengatakan, bahwa pada tahun 2012, jumlah paguyuban ini semakin banyak, sehingga Sekretariat Dewan SDA Nasional berinisiatif untuk membagi rapat konsultasi antar Sekretariat Wakor menjadi dua bagian.
“Pertama, rapat konsultasi para pengelola TKPSDA WS seperti yang berlangsung saat ini, dan yang kedua pada gilirannya nanti, akan ada pertemuan untuk para pengelola Dewan SDA Provinsi,” ujarnya.
Pertemuan konsultasi antar Sekretariat Wakor yang difasilitasi Sekretariat Dewan SDA Nasional kali ini, memang berbeda dari tahun sebelumnya, dimana pada saat itu pertemuan konsultasi digabungkan antara Sekretariat DSDAP dan Sekretariat TKPSDA WS.
Menurut Imam Anshori, memang ada sisi kekurangannya, dimana komunikasi antara Sekretariat TKPSDA dengan Sekretariat DSDA Provinsi jadi tidak bis berjalan seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
“Namun kita mencoba kekurangan itu bisa diantisipasi dengan cara saling menginformasikan hasil-hasil dari pertemuan konsultasi hari ini maupun hasil dari pertemuan Sekretariat Dewan SDA Provinsi nanti, melalui website Dewan SDA Nasional,” ujarnya.
Keppres Penetapan WS
Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional juga menyampaikan informasi, bahwa hal yang sangat essensial adalah telah ditandatangani Keputusan Presiden (Keppres) No. 12/2012 Tentang Penetapan Wilayah Sungai.
Sebagaimana diketahui bahwa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) No. 11A/2006 hanya bersifat sementara. Pasalnya, tanpa adanya Permen PU tersebut tidak ada kejelasan pada WS mana Pemerintah Pusat/pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab dan juga tidak mungkin ada alokasi pendanaannya secara jelas, baik melalui APBN maupun APBD.
Dalam Permen PU No.11A/2006 Tentang Kriteria dan Penetapan WS tersebut telah membagi daratan Indonesia ke dalam 133 WS, sedangkan di dalam Keppres No. 12/2012 jumlahnya menjadi 131 WS.
Hal ini berarti ada WS yang tadinya berdiri sendiri menjadi bergabung, dan ada juga sebaliknya yaitu WS yang dulunya satu akhirnya menjadi terpecah. Selain itu ada juga WS yang dulu dinyatakan sebagai WS Strategis Nasional kemudian menjadi tidak Strategis Nasional, sehingga akan beralih tanggung jawabnya kepada pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten/kota.
Untuk WS Lintas Negara tetap ada lima WS. Sementara WS di dalam kabupaten/kota yang sebelumnya hanya 13 WS, sekarang telah bertambah menjadi 15 WS. Begitu juga WS yang lintas kabupaten/kota, sebelumnya ada 51 WS, sekarang bertambah menjadi 53 WS.
Dalam penjelasannya, Imam Anshori menyatakan, bahwa penetapan WS Strategis Nasional punya implikasi yang cukup signifikan, khususnya pada wilayah kerja Balai Wilayah Sungai yang sebelumnya ada 37 WS Strategis Nasional dan sekarang menjadi 29 WS.
Salah satu contohnya adalah WS Pemali-Juana yang sekarang tidak lagi menjadi WS Strategis Nasional, karena tidak memenuhi salah satu kriteria sebagaimana tertulis dalam PP No. 42/2008 Tentang Pengelolaan SDA, yaitu jumlah penduduknya.
“Itu artinya, batas wilayah kerja Balai Besar WS Pemali-Juana akan berkurang dan berarti juga Sekretariat TKPSDA WS yang tadinya kedudukannya di Balai Besar WS Pemali-Juana, nantinya akan susut,” kata Imam.
Demikian juga untuk WS yang sebelumnya bernama WS 6 Ci (Citarum-Ciliwung-Cisadane-Cidanau-Ciujung-Cidurian), saat ini menurut Kepres terbagi menjadi tiga WS, yaitu WS Citarum, WS Ciliwung-Cisadane dan WS Cidanau-Ciujung-Cidurian. Hal tersebut juga berarti bahwa Sekretariat TKPSDA WS-nya akan menjadi tiga dan begitu juga untuk produk Pola Pengelolaan SDA-nya.
Selain itu, Imam Anshori menyampaikan, bahwa PP No.37/2012 Tentang Pengelolaan Derah Aliran Sungai (DAS) telah diterbitkan dan hal tersebut juga mempunyai implikasi yang cukup signifikan.
“Karena, apa yang dimaksud dengan pelaksanan pengelolaan DAS pada PP tersebut di Pasal 40, cakupannya adalah termasuk pengaturan penggunaan lahan serta konservasi lahan dan air. Sehingga hal ini agar diberitahukan kepada Kepala Balai, karena dikhawatirkan akan berimplikasi atau menjadi sumber temuan ketika pada tahun 2013 nanti, misalnya masih ada anggaran yang berbunyi konservasi air di DAS Brantas atau DAS Citarum oleh Balai Pusat,” ucapnya.
Hal ini perlu perhatian, dikarenakan pada Pasal 43 dalam PP No.37/2012 menyebutkan bahwa “dalam hal pemerintah provinsi dan/atau kabupaten/kota melalaikan penyelenggaraan kewenangan dalam pengelolaan DAS, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari APBD daerah yang bersangkutan” dan bukan APBN.
“Itulah beberapa informasi yang saya coba sampaikan kepada Sekretariat TKPSDA WS, karena kita sebagai Sekretariat, sebaiknyadapat mengetahui informasi yang berkembang terlebih dahulu,” tutur Imam Anshori.
Lebih lanjut Imam Anshori menyatakan, bahwa pada saat Perpres No.33/2011 Tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA sudah jadi, Dewan SDA Nasional sudah mulai menyusun matrik tindak lanjut pelaksanaan Kabijakan Nasional SDA.
“Saat ini tinggal menunggu ditetapkan oleh Ketua Dewan SDA Nasional. Pada waktu itu Sekretariat Dewan SDAN sebagai fasilitator membuat setiap strategi yang dituangkan dalam bentuk matrik dan masing masing anggota dewan mencoba mengisi apa yang menjadi perannya,” ungkapnya.
Imam Anshori juga mengharapkan, bagi WS yang belum terselesaikan Pola Pengelolaan SDA (PSDA)-nya, agar hal ini dapat dijadikan agenda prioritas bagi Sekretariat TKPSDA WS yang bersangkutan. Hal ini mengingat, banyak produk pola yang sama sekali belum diinformasikan ke TKPSDA WS.
“Itu harus diingatkan oleh Sekretariatnya. Apalagi kalau TKPSDA WS-nya sudah terbentuk, kecuali kalau pada waktu menyusun pola, belum terbentuk TKPSDA WS- nya. Karena dikhawatirkan akan ada komentar negatif dari anggota TKPSDA WS. Mohon di cermati PP No. 42/2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, khususnya pasal yang menyangkut tentang penyusunan pola, bahwa keterlibatan TKPSDA WS itu memang ada. Dan siapa yang mengingatkan, itu harusnya Sekretariat TKPSDA WS yang bersangkutan,” jelasnya.
Sedangkan bagi Pola PSDA WS yang sudah ditetapkan, Imam Anshori mengharapkan, agar dapat segera diisi matrik tindak lanjutnya. Pasalnya, matrik ini menjadi penting, dikarenakan salah satu tugas fungsi dari wadah koordinasi PSDA adalah pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, dimana hal-hal yang akan dipantau itu tentunya harus terumuskan dalam matrik tersebut.
Sementara itu beberapa materi yang disampaikan dalam kegiatan ini, antara lain “Peran Sekretariat Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA WS dalam Pelaksanaan Pengelolaan SISDA Bedasarkan Jaknas Pengelolaan SDA” oleh Leonarda Ibnu Said, Direktorat Bina Program – Ditjen SDA, “Peran Sekretariat TKPSDA WS dalam mendukung kegiatan TKPSDA WS” (Sumudi, Direktorat BPSDA- Ditjen SDA) dan “Tindak Lanjut Pengelolaan Pola Dalam TKPSDA Wilayah Sungai Bengawan Solo” (Gemala Suzanti – TKPSDA WS Bengawan Solo).
Selain itu juga disampaikan mengenai “Strategi Pelaksanaan Koordinasi Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air (Wilayah Sungai Kapuas)” oleh Karyono – TKPSDA WS Kapuas dan “Penyiapan Pola PSDA menyongsong Pengintegrasian Dua Wilayah Sungai menjadi Satu Wilayah Sungai (Pengembangan WS Akuaman)” oleh Rifda Suryani – TKPSDA WS Akuaman.**tim