Sekretariat Dewan Sumber Daya Air Nasional bersama Dewan Sumber Daya Air Nasional mengadakan rapat di ruang Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Selasa, 29 Maret 2019. Rapat ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membahas dan mendiskusikan masukan mengenai air tanah terhadap penyempurnaan Rancangan Peraturan Presiden mengenai JAKNAS (Kebijakan Nasional) tentang pengelolaan sumber Daya Air.
Rapat dibuka langsung Kepala Sekretariat Dewan Sumber Daya Air Nasional Ir. Apriyadi Mangiwa, MM. Rapat di hadiri oleh beberapa tamu undangan dan instansi seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian ESDM, Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca, Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia (SKEPHI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) , Kemitraan Air Indonesia (KAI), Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI ), Asosiasi Perusahaan Pengeboran Air Tanah Indonesia (APPATINDO), Himpunan Kerukunan Tani Indoensia (HKTI), Lembaga Pemerhati Hati Air dan pejabat terkait dilingkungan Kementerian PUPR.
Agenda pertama adalah pemaparan terkait kebijakan dan pengaturan air tanah yang akan disampaikan Kementerian ESDM, dilanjutkan Pemaparan pola dan rencana pengelolaan Sumber Daya Air oleh BPSDA Kementerian PUPR, kemudian di sesi terakhir agenda rapat adalah diskusi atas masukan dari BPPT terkait kebijakan penerapan teknologi modifikasi cuaca sebagaimana tercantum dalam RAPERPRES JAKNAS SDA pada sub E3 Kebijakan Peningkatan Kinerja Pendayagunaan SDA.
Paparan pertama mengenai pengelolaan air tanah di Indonesia yang disampaikan oleh Kementerian ESDM, menjelaskan alasan mengapa pengelolaan air tanah harus di masukan di dalam Jaknas. Dimana pengelolaan air tanah menjadi penting karena sudah dilakukan sejak lama, mengalami kronologi Perubahan dari masa ke masa sesuai dengan isu yang berkembang pada saat itu. Pengelolaan air tanah sudah dilakukan dan menjadi perhatian sejak zaman Hindia Belanda. Pada zaman Hindia Belanda sudah dilakukan pemetaan geologi, hasil pemetaan geologi ini dapat diinterpretasikan sesuai kebutuhan, bisa kebutuhan mencari mineral, minyak bumi, ataupun kebutuhan mencari air tanah.
Pada pelaksanaannya selama ini pajak air tanah hanya difokuskan sebagai income daerah, bukan sebagai konservasi, hal ini yang seharusnya didorong dengan masuk ke dalam Jaknas. Secara umum tujuan pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah adalah untuk mewujudkan kemanfaatan air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan mempertimbangkan kondisi cekungan air tanah. Daerah cekungan air tanah sendiri merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis seperti proses pengimbuhan pengaturan dan pelepasan air tanah. Sehingga kedepannya dari Kementerian ESDM berharap data pengelolaan air tanah di Indonesia dapat diketahui dalam rangka meningkatkan pengelolaan sumber daya air di Indonesia menjadi semakin baik.
Penasehat Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI) memaparkan dan memberi masukan dalam Draft Jaknas Pengelolaan SDA seharusnya memuat 3 unsur, yaitu meteorik (air hujan), air permukaan, serta air tanah, namun yang terlihat hanya unsur air permukaan, sedangkan pengaturan air tanah belum masuk di dalam Jaknas Pengelolaan SDA.
Terakhir pemaparan dari Balai Pengelola Sumber Daya Air BPSDA Kementerian PUPR tentang Pola dan Rencana Wilayah Sungai, Pola merupakan suatu kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memonitoring, serta mengevaluasi terhadap kegiatan-kegiatan konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air. Pola ini melingkupi seluruh sumber daya air, baik yang diatas permukaan maupun yang di bawah permukaan (air tanah). Setelah Pola ada yang namanya Rencana, Rencana ini penyusunannya sering dibantu oleh TKPSDA (Tim Koordinasi Pengelolaan SDA), anggota TKPSDA ada dari unsur pemerintah maupun nonpemerintah.
Pola disusun secara bersama untuk menggali semua potensi SDA, baik di atas permukaan, maupun di bawah tanah, sehingga dapat dilakukan inventarisasi dan pendalaman, kemudian dilaksanakan Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) yang dilaksanakan beberapa kali, baik di tingkat daerah, provinsi, dan kemudian dibawa ke tingkat pusat.
Pada Pola akan keluar semua rancangan dan potensi-potensi, baru kemudian setelahnya didetailkan dalam bentuk Rencana. Pola dan Rencana ditetapkan oleh Dirjen SDA. Setelah dari Pola dan Rencana, baru setelahnya diturunkan dalam bentuk program-program. Pola dan Rencana disusun dalam jangka waktu 20 tahun, dan setiap 5 tahun ditinjau kembali untuk dilakukan evaluasi. Stakeholder yang terlibat dalam penyusunan Pola dan Rencana diantaranya yaitu Kementerian PUPR, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, KLHK, Kementerian Pertanian, dan yang terkait
Jadi Pola bukan dokumen milik PUPR, milik ESDM, atau milik KLHK, tetapi Pola adalah dokumen milik bersama. Memang dalam penyusunan Pola dibutuhkan anggaran dan anggarannya ada di balai, namun yang merumuskan adalah TKPSDA (Tim Koordinasi Pengelolaan SDA) yang terdiri dari unsur pemerintah dan nonpemerintah, balai hanya memfasilitasi penyusunan Pola.
Begitu pula seperti penyusunan Jaknas, Sekretariat DSDAN hanya memfasilitasi, namun isi dari Jaknas yang menyusun tetap anggota Dewan SDAN, bukan disusun oleh Sekretariat DSDAN.
Rapat di tutup kembali oleh Ir.Apriyadi Mangiwa, MM selaku Kepala Sekretariat Dewan Sumber Daya Air Nasional mengatakan terima kasih atas kehadirannya sudah membahas dan memberi masukan terkait kebijakan nasional pengelolaan Sumber Daya Air. Harapan kedepannya kebijakan nasional ini bisa berguna dalam perencanaan dan pelaksanaan di lapangan, sehingga sasaran kita agar pengelolaan Sumber Daya Air menjadi lebih baik di masa yang akan datang. (TIM)