Pada Kamis, 18 Februari lalu Sekretariat Dewan Sumber Daya Nasional menyelenggarakan webinar yang berjudul ‘Kenapa Banjir’. Acara dalam bentuk Webinar ini diisi dari berbagai narasumber, yakni Ir. Wahyu Utomo, MS., Ph.D. Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kemenko Bidang Perekonomian, Ir. Josaphat Rizal Primana, M.sc., Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Kementerian PPN/Bappenas dan Ir. Helmi Basalamah, MM., Plt. Direktur Jenderal Pendendalian DAS dan Hutan Lindung, Kementrian LHK.
Kemudian turut hadir pula Drs. Herizal, M.si Deputi Bidang Klimatologi, BMKG, Dr. Ir. Budi Situmorang, MURP Direktur Jenderal Pendendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementrian ATR/BPN. Dr. Lana Saria, S.Si., M.Si. Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM dan Ir. Sukmadji Indro Tjahyono Perwakilan Anggota Dewan SDA Nasional Unsur Non Pemerintah.
Di dalam diskusi tersebut, Ir. Josaphat Rizal Primana, M.Sc., Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Kementerian PPN/Bappenas berpendapat bahwa intesistas dan sebaran wilayah kejadian banjir paling sering terjadi di mayoritas daerah metropolitan. Kejadian bencana alam ini menghambat pembangunan serta berdampak pada masyarakat dan perekonomian.
Perhitungan Josaphat, Kebutuhan pendanaan penganan banjir menurut dokumen rencana wilayah sungai di Indonesia mencapai Rp300 T, sehingga diperlukan kerjasama dan koordinasi terkait pendanaan. Ia juga menuturkan bahwa peran pemda sangat penting dalam pengelolaan risiko banjir, sehingga perlu dukungan pemerintah pusat seperti dalam pengelolaan sampah.
“Namun, point penting sebenernya bukan menghilangkan banjir tapi mengelola risiko, diperlukan Rencana Aksi Terpadu Penanganan Banjir. Setiap daerah perlu ada kelompok kerja yang akan menangani banjir,” kata Josaphat, Kamis (18/2).
Di tempat yang sama, Ir. Helmi Basalamah, MM., Plt. Direktur Jenderal Pendendalian DAS dan Hutan Lindung, Kementerian LHK menuturkan bahwa KLHK telah mengambil langkah korektif dalam mengatasi banjir. Beberapa di antaranya ialah dengan melakukan pemulihan lahan kritis, mendorong partisipasi para pihak dalam pembuatan sumur resapan, bioporu, dan instalasi pemanenan air hujan.
“Kami juga melakukan perubahan arah pengelolaan hutan yang semula berfokus pada pengeloaan kayu ke arah pengelolaan berdasarkan ekosistem sumber daya hutan dan berbasis masyarakat,” jelas Helmi.
Di sisi lain, Drs. Herizal, M.Si Deputi Bidang Klimatologi, BMKG menilai bahwa perubahan iklim menjadi salah satu fenomena yang terjadi beberapa waktu terakhir. Perubahan ini menyebabkan meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrem yang menyebabkan meningkatnya ancaman bencana hidrometeorologi, seperti Banjir, Longsor dan Kekeringan esktrem.
Herizal juga menjelaskan secara detail bahwa sebagian besar bencana disebabkan oleh faktor hidrometeorologi. Kejadian ini merupakan periode berulang yang terjadi seperti El Nino / La Nina pada periode 1981 – 2019 kecenderungan berulang semakin cepat dibandingkan periode 1950 – 1980.
“Selain itu terjadi curah hujan tinggi juga berpengaruh, seperti di Sulawesi Tenggara > 200 mm menyebabkan banjir Konawe dan sekitarnya pada Juni 2019, banjir Jakarta 1 Januari 2020 dengan curah hujan tertinggi 377 mm/hari, Banjir Kalimantan curah hujan 270 mm dengan durasi yang cukup lama 10- 15 Januari 2021, Banjir Semarang sebaran hujan ekstrem cukup merata antara 130 – 187 mm,” beber Herizal.
Diakui oleh pemerintah bahwa bencana sulit untuk dihindari. Namun, Ir. Wahyu Utomo, MS., Ph.D. Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kemenko Bidang Perekonomian menuturkan pemerintah bisa melakukan mitigasi bencana terutama terkait banjir. Setidaknya ada sejumlah rekomendasi mitigasi yang dikeluarkan Kemenko Perekonomian.
Pertama, kata Wahyu upaya dapat dilakukan dengan mengenai struktural seperti optimalisasi tata kelola air dari hulu ke hilir dan penyiapan kapasitas badan air yakni sungai, kanal, embung, bendung, dan waduk untuk antisipasi debit berlebih. Kemudian dengan penanganan sampah, limbah, dan sedimen pada drainase dan badan air, serta memastikan kelancaran operasi pompa dan infrastruktur pengendali banjir.
“Mitigasi juga dapat dilakukan dengan penerapan inovasi teknologi: Sistem peringatan dini, upaya pemanenan air hujan, pemenuhan kebutuhan air minum untuk mencegah eksplotasi air tanah yang masif, dll,” jelas dia. (TIM)