Sebanyak 28 Anggota Dewan Sumber Daya Air Provinsi (DSDAP) Jawa Timur atau yang mewakli dan didampingi beberapa staf Sekretariat DSDAP Jawa Timur melakukan kunjungan kerja ke kantor Sekretariat Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), di Jakarta (27/9).
Dalam sambutannya, pimpinan rombongan DSDAP Jawa Timur, Ir. Djoko Sukalisno K, Dipl.HE yang berasal dari unsur non pemerintah – Yayasan Formula Lingkungan menyatakan, bahwa maksud kedatangannya adalah ingin bersilaturahmi dan memperkenalkan keanggotaan DSDAP Jawa Timur.
“Karena mungkin masih banyak teman-teman yang sudah tiga tahun di Dewan SDA Provinsi Jawa Timur belum mengenal yang namanya Pak Imam Anshori sebagai Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional dan jajarannya,” Katanya.
Selain itu, menurut Djoko Sukalisno, kedatangan DSDAP Jawa Timur ini juga ingin lebih jauh mengetahui dan memahami tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab dari Dewan SDA Provinsi ini.
“Saya sendiri juga agak heran, anggota DSDAP Jawa Timur harus seimbang, akan tetapi tetangganya DKI Jakarta keanggotaan DSDAP-nya masih belum seimbang. Karena Gubernur DKI Jakarta juga merangkap sebagai anggota. Kelak, kalau bisa Gubernur tidak perlu merangkap sebagai anggota. Yang menetap sebagai anggota itu, Ketua Harian. Sehingga tidak terjadi salah persepsi,” ujarnya, yang sebelumnya rombongan juga telah berkunjung ke kantor Sekretariat DSDAP DKI Jakarta.
Djoko Sukalisno juga mengungkapkan, bahwa ada keluhan dari teman-teman DSDAP Jawa Timur dimana bila ada rapat yang dilaksanakan, belum tentu di berikan honornya. Hal inilah yang perlu dipikirkan dan tindaklanjuti lebih lanjut, agar dapat dialokasikan pendanaanya.
“Memang perlu dipikirkan supaya tumbuh motivasi yang lebih besar dari teman-teman untuk bekerja dan bertugas lebih giat lagi. Sehingga berbagai aktifitas yang dilaksanakan DSDAP Jawa Timur, dapat lebih meningkat lagi hasil kerjanya,” tuturnya.
Oleh karenanya, Djoko Sukalisno mengharapkan, agar permasalahan honor ataupun penghasilan tetap dari Anggota DSDAP Jawa Timur seyogyanya bisa disinergikan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang merupakan permbina langsung dari pemerintah daerah.
“Karena Kemendagri merupakan instansi pembina dari Pemerintah Daerah, hendaknya kalau bisa dikeluarkan oleh Kemendagri. Dengan begitu maka akan memperkuat teman-teman dalam meningkatkan alokasi anggaran Dewan SDA Provinsi melalui APBD. Nah ini yang jadi masukan dari kita,” ungkapnya.
Bukan Tertinggi
Sementara itu, Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT dalam sambutannya menyatakan, bahwa Sekretariat Dewan SDA Nasional bukanlah bagian tertinggi dari Sekretariat Dewan SDA di daerah.
“Tetapi masing-masing berdiri sendiri. Termasuk juga Dewan SDA Nasional dan Dewan SDA Provinsi berdiri sendiri. Itu, menurut UU. No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Jadi sekretariat atau Dewan SDA yang berada di provinsi itu bukanlah underbow dari sekretariat ataupun Dewan SDA Nasional. Tetapi hubungannnya hanya bersifat konsultatif dan koordinatif,” jelasnya.
Imam Anshori menjelaskan, bahwa Sekretariat Dewan SDA Nasional terdiri dari tiga Kepala Bagian (Kabag), yaitu Kabag Tata Usaha, Kabag Penyusunan Program dan Kabag Pelayanan Informasi.
“Dari masing-masing Kabag ini mempunyai dua kasubag, yaitu Kasubag Persidangan, Kasubag Umum dan Keuangan, Kasubag Perencanaan Program, Kasubag Kebijakan dan Evaluasi, Kasubag Data dan Informasi, serta Kasubag Hubungan Masyarakat,” jelasnya.
Berkaitan dengan upaya pembinaan Imam Anshori menyatakan, bahwa pembinaan terhadap sekretariat maupun Dewan SDA Provinsi sesungguhnya dari institusi yang paling dominan membidangi sumber daya air, yaitu Direktorat Jenderal Sumber Daya Air – Kementerian PU, dimana Menteri PU juga selaku Ketua Harian Dewan SDA Nasional.
“Ada sebuah Direktorat yang melaksanakan pembinaan kelembagaan, namanya Direktorat Bina Penatagunaan SDA yang di dalamnya ada subdit kelembagaan. Fungsi pembinaannya itu melekat di sana. Kalau berkaitan tentang pembinaan, honorarium, dan SK Menteri PU saya kira dalam hal ini dapat di alamatkan kepada Direktorat Jenderal SDA,” katanya.
Meskipun demikian, Imam Anshori memberikan dukungannya terhad ap usulan-usulan yang disampaikan oleh Dewan SDA Provinsi Jawa Timur tersebut, terutama dalam hal mengingatkan, baik kepada Kemendagri maupun Kementerian PU.
“Karena ini menyangkut salah satu strategi yang tercantum di dalam Perpres No. 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air. Di dalam Perpres itu ada strategi mengenai menata kelembagaan supaya tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dari Instansi-instansi yang terkait SDA, baik di tingkat nasional maupun di tingkat provinsi,” ungkapnya.
Imam Anshori melanjutkan, salah-satu strategi lain di dalam Perpres No. 33 tersebut adalah membentuk dan mengefektifkan wadah koordinasi baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota maupun di tingkat Wilayah Sungai (WS).
“Dalam konteks yang kedua ini, mungkin ada hubungannya dengan bagaimana sistem insenftifnya. Tetapi perlu kami sharing juga, pertanyaan atau harapan tentang bagaimana memberikan insentif tetap itu juga ada pada waktu awal-awal Dewan SDA Nasional terbentuk,” ujarnya.
Esensi Pembentukan
Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional menceritakan, pada waktu itu ketika pertama kali menerima SK Keanggotan Dewan SDA Nasional, dirinya sempat menjelaskan terlebih dahulu kepada para Anggota Dewan SDA Nasional, terutama dari unsur organisasi non pemerintah (ornop) tentang esensi pembentukan wadah koordinasi pengelolaan SDA.
Ketika itu, Selaku Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Imam Anshori menjelaskan, bahwa Dewan SDA Nasional adalah sebuah organisasi yang punya kompetensi membela kepentingan petani, membela kepentingan industri pengguna air, membela kepentingan konservasi, dan lain-lainnya.
“Esensi pembetukan dewan ini karena memang disadari bahwa pengelolaan SDA itu tidak hanya bisa di mintakan tanggung jawabnya ke satu institusi saja. Tetapi merupakan upaya yang harus dikerjakan secara bersama-sama, baik oleh pemerintah maupun oleh non pemerintah dengan tujuan untuk mencapai sinergi dalam pengelolaan SDA, sesuai amanat UU No.7/2004,” katanya.
Menurut Imam Anhori, Pasal tersebut muncul karena sesungguhnya didasari oleh semangat ataupun euforia demokrasi, keterbukaan dan transparasi dimana proses-proses perumusan kebijakan, perencanaan dan juga pelaksaanannya harus melewati proses yang demokratis.
“UU SDA mengamanatkan bahwa Anggota Dewan SDA terdiri dari unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah atas dasar prinsip keterwakilan. Sehingga siapa pun yang duduk disitu tidak mewakili diri sendiri, harus bisa menunjukkan kostituennya. Hal Itu yang sering dilupakan, bahkan juga kadangkala hasil kesepakatan di dalam Dewan SDA lupa untuk disampaikan ke konstituennya. Itu sebetulnya yang tidak dikehendaki,” jelasnya.
Oleh karenanya, Imam Anshori mengingatkan saat itu, agar para anggota Dewan SDA perlu melaksanakan introspeksi diri bahwa hal–hal yang telah disepakati tersebut apakah telah disampaikan kepada konstituennya.
“Apakah semuanya sudah begitu ? Memang negara saat ini hanya bisa memberikan kompensasi dalam bentuk honorarium rapat sebagai pengganti waktu para anggota dewan dikarenakan mempunyai profesi sendiri-sendiri. Berapa besarnya itu sesuai dengan standar biaya umum yang di tetapkan oleh Kementerian Keuangan,” paparnya.
Selain itu, Imam Anshori juga menginformasikan kepada Dewan SDA Provinsi Jawa Timur, bahwa Sekretariat Dewan SDA Nasional sudah mencoba mengirim surat kepada Kementerian PU supaya hal ini diberlakukan standar biaya khusus.
“Karena di nasional ini level keanggotannya ada menteri dan itu sebanyak 16 menteri. Secara notabene berarti yang ornop pun kedudukanya juga sejajar. Tetapi hingga dua kali kami sampaikan belum ada jawaban tertulis. Standar biaya khusus yang diusulkan sekitar Rp. 1,5 juta. Tetapi masih belum berhasil. Jadi masih pakai standar biaya umum. Apapun itu, ya…harus kita ikuti,” jelasnya.
Terkait dengan honorarium tersebut, Imam Anshori mengingatkan kepada para Anggota Dewan SDA Provinsi Jawa Timur, kalau masih dianggap tidak memberikan kesepadanan dari cukup maka dipersilahkan untuk mengajukan permohonan kepada organisasi yang diwakilinya untuk mundur.
“Karena honorarium dan juga transport yang diganti seperti itu sudah ada aturannya. Sehingga nanti ada pergantian antar waktu. Karena apa, sesungguhnya ini agak beda dengan DPR. DPR memang terikat dengan hari kerja, kecuali masa reses. Dia harus mengisi absen. Tapi ini kan beda. Ini prinsip keterwakilan masing-masing, ” katanya.
Jadi ketika sudah keluar dari Dewan SDA, menurut Imam Anshori, masing-masing itu punya fungsi. Ada yang sebagai eksekutif, ada yang kaitannya dengan pembinaan kepada petani, lingkungan, industry dan sebagainya.
“Ibarat sebagai sebuah rumah tangga. Rumah tangga itu bernama Dewan, disini mau ada berapa anak, anak-anaknya ini anggota Dewan SDA dan anak-anak ini ketika keluar rumah sudah punya profesi sendiri-sendiri. Apalagi sudah menikah. Jadi ketika keluar itu dia melakukan sesuatu itu bukan fungsi eksekutif atas nama dewan, tetapi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Itu yang prinsip dan sering dipersepsi dengan pengertian yang keliru. Jadi bedanya seperti itu dengan DPR,” tuturnya.
Mengenai Kepres No. 12 tahun 2012 tentang Penetapan WS yang perlu direvisi, menurut Imam Anshori, perlu dilihat lagi dan memang harus melalui suatu proses pengkajian yang lebih mendalam lagi.
Sedangkan mengenai posisi Ketua Dewan SDA Provinsi yang berdiri sendiri, Imam Anhori menyampaikan, bawa juga ada dan bukan merangkap anggota. Menurutnya, hal ini dikhawatirkan jangan-jangan timbul superioritas, padahal semua anggota itu posisinya sama.
“Jangan sampai dewan ini dianggap seolah-olah sebagai konsultannya Gubernur. Sebetulnya ini merupakan wadah koordinasi dan perembugan. Sekali lagi mohon dicermati tugas dan fungsi Dewan SDA Provinsi itu membantu gubernur,” ingat Imam Anshori. **