Dengan meningkatnya kebutuhan air akibat bertambahnya penduduk, perkembangan industri dan kegiatan pertanian serta berbagai kegiatan lainnya yang terkait dengan air, telah memberikan tekanan yang berat terhadap sumber-sumber air yang ada.
Demikian laporan Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan Permukiman Provinsi Banten, Ir. Iing Suwargi, selaku Ketua Panitia Penyelenggara Seminar Hari Air Dunia (HAD) XXI Tahun 2013 dengan tema “Peningkatan Kerjasama Antarstakeholder Bidang Sumber Daya Air” di Kota Serang, Banten (27/3).
Menurut Iing, tekanan tersebut terasa semakin berat dikarenakan semakin rusaknya kondisi lingkungan terutama di daerah tangkapan air (catchment area). Oleh karenanya, kegiatan ini merupakan momentum untuk membina kembali komitmen kita sebagai bagian dari masa depan dunia dalam melestarikan sumber daya air dan menjamin kelangsungan pemanfaatan air dalam kehidupan sehari-hari.
“Untuk mensinergikan berbagai usaha dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, perlu upaya bersama para pemangku kepentingan di bidang SDA untuk menyamakan pemikiran, kebijakan, sikap dan tindakan serta komitmen dalam mewujudkan ketersediaan air yang cukup, disamping lingkungan hidup yang memadai bagi generasi sekarang dan yang akan datang,” ujarnya.
Iing Suwargi menyatakan, bahwa sesuai dengan tema internasional HAD XXI tahun 2013 yaitu “International Year of Water Cooperation” maka seminar ini dimaksudkan untuk mengusahakan peningkatan kerjasama kita dalam bidang SDA mulai dari aspek budaya, pendidikan, keilmuan, keagamaan, sosial, politik maupun ekonomi.
“Selain itu, diharapkan juga menambah wawasan ilmu yang nanti bisa diimplementasikan. Jadi seminar ini sebenarnya puncak HAD Tahun 2013 di Provinsi Banten. Sebelumnya, rangkaian kegiatan HAD telah diselenggarakan, antara lain penanaman pohon di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) yang mempunyai luas 63 Ha. Supaya KP3B itu menjadi kawasan hijau,” ujarnya.
Iing Suwargi menambahkan, bahwa kegiatan lainnya yang dilakukan adalah lomba poster yang diperuntukan untuk anak-anak SLTP dan SLTA serta mengadakan sepeda santai dengan peserta sekitar 500 orang.
“Lomba poster dimaksudkan agar mereka lebih mengenal dan mencintai air sejak usia dini. Sedangkan sepeda santai dimaksudkan agar para pengambil keputusan di bidang SDA dapat lebih dekat lagi dengan masyarakat terutama masyarakat yang peduli air dan masyarakat pengguna air, sehingga diharapkan program-program yang akan dijalankan sesuai dengan kebutuhan mereka,” katanya.
Target MDG’s
Terkait dengan target air minum layak Millenium Development Goal’s (MDG’s) di Indonesia Tahun 2015 secara nasional sebesar 68,78 %, menurut Iing Suwargi, khusus Provinsi Banten memang masih rendah sekali.
“Saat ini tingkat layanan air minum layak di Banten baru mencapai 27 %. Hal ini memang telah menjadi Pekerjaan Rumah (PR) kami. Bersama dengan Perpamsi, kami mengupayakan percepatan-percepatan sehingga target Banten yang sebesar 40 % mudah-mudahan dapat terpenuhi di tahun 2015,” ujarnya.
Selain itu, Iing Suwargi menjelaskan bahwa, dalam rangka mencapai target air minum yang layak bagi penduduk, tak lepas dari suplai air baku yang ada. Karenanya, Pemerintah dan Pemda Banten terus berupaya memenuhi kebutuhan air baku penduduk.
“Kita tahu bahwa air minum tidak lepas dari air baku. kami akan membangun Waduk Karian yang tampungannya 217 Juta m3. Kemudian Sindangheula yang tahun ini juga akan dimulai pekerjaan fisiknya dengan tampungan kurang lebih 9 juta m3. Nah itu diharapkan dapat mengentaskan permasalahan yang ada, seperti banjir maupun kebutuhan masalah air minum,” ungkapnya.
Selain itu, Iing Suwargi pun menyadari, bahwa pelaksanaan kegiatan fisik atau struktur bukanlah satu-satunya solusi untuk mengatasi hal tersebut, khususnya banjir . Akan tetapi juga harus ditunjang dengan kegiatan non struktur.
“Memang untuk pengendalian banjir tidak akan berhasil tanpa ada penanganan masalah non strukturnya. Jadi bagaimana kita dapat menjaga dan memelihara catchment area di hulunya dan berupaya menghindari terjadinya pengalihan fungsi lahan. Inilah yang menjadi salah satu kendala di kami untuk masalah penanggulangan bencana banjir,” tuturnya.
Namun demikian untuk mengatasi hal tersebut, Iing Suwargi melanjutkan, tetap diupayakan pembangunan fisik yang juga disertai dengan upaya non struktural. Menurutnya, Pemerintah Pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciujung-Cidanau-Cidurian telah merencanakan pembangunan beberapa waduk dalam jangka panjang.
“Terutama untuk nantinya bisa mendukung kawasan ekonomi khusus di Tanjung Lesung yang memerlukan pasokan air yang cukup besar. Cuma memang sekarang, semuanya kembali ke masalah pembebasan lahan. Hal inilah yang menjadi kendala utama pembangunan fisik,” ulasnya.
Oleh karena itulah, Iing Suwargi banyak berharap terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Dewan SDA Provinsi Banten yang juga merupakan salah satu upaya non struktur yang melibatkan peran pemerintah dan non pemerintah.
“Dewan SDA Provinsi inilah yang kami harapkan untuk memberikan masukan-masukan. Karena banyak sekali PR-PR mengenai masalah air. Terutama air minum, banjir dan kekeringan. Dewan SDA Provinsi Banten telah memasuki periode kedua, dan sampai saat ini masih dalam proses penetapannya oleh Gubernur Banten,” jelasnya.
Dewan SDA Provinsi Banten periode sebelumnya, menurut Iing suwargi, juga telah memberikan masukan, antara lain pengelolaan SDA Banten ke depan agar lebih banyak membuat tampungan-tampungan air.
“Hal ini ini juga sejalan dengan programnya Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Jadi ke depan, akan lebih banyak membangun tampungan air berupa tandau, waduk, situ dan sebagainya. Agar kelangsungan dan manfaat air dapat terus terjaga dan terpelihara dengan baik,” paparnya.
Sesuai Kewenangannya
Sementara itu Asisten Daerah I Setda Provinsi Banten, H. M. Husni menyatakan persetujuannya, untuk pengelolaan SDA ke depan di Provinsi Banten agar lebih memperbanyak dan membangun tempat tampungan-tampungan air.
“Aliran sungai yang ada di kita tergolong cukup dengan kapasitas yang besar seperti Cisadane, Ciberang, dan Ciujung. Selama ini kita mengalami satu masalah, dimana pada saat musim kemarau mengalami kekeringan dan musim hujan kita malah kebanjiran,” ujarnya.
Memang menurut Husni, salah satu strategi yang konkret, jitu dan mumpuni dalam mengelola SDA adalah dengan memperbanyak tampungan-tampungan air. Lainnya adalah mengajak peran masyarakat dan seluruh stakeholder dalam pengelolaan SDA.
“Artinya semua lini harus bergerak sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Siapa harus berperan apa, bertanggung jawab terhadap apa dan semua itu memikirkan muaranya yaitu bagaimana kita bisa menjaga kelestarian sumber daya air sendiri. Karena air adalah sumber kehidupan,” jelasnya.
Lebih lanjut Husni menyatakan, umpamanya saja dengan menjaga dan memelihara Ruang Terbuka Hijau (RTH) di setiap daerah di Indonesia, dimana RTH adalah suatu batas minimal yang diatur oleh Undang-Undang dari satu daerah.
“Dan ini dalam rangka untuk menjaga tata lingkungan yang patut harus dipenuhi. Jadi dengan RTH tentunya kita bisa menjaga pengendalian air jangan sampai air itu mengalir lepas ke laut. Jadi ada bagian-bagian folder yang bisa menahan air tersebut. Jadi itu merupakan bagian bagaimana kita bisa melestarikan sumber-sumber air itu,” ucapnya.
Terkait dengan kerjasama antarstakeholder, Husni menjelaskan, bahwa Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) telah menjalin kerjasama dengan PT. Krakatau Steel yang mempunyai badan usaha untuk penyediaan air baku industri.
“Jadi BLHD, badan usaha dari PT Krakatau Steel dan masyarakat membuat suatu janji. Masyarakat yang terdiri dari beberapa kelompok diberikan bibit, lahannya milik masyarakat dimana satu kelompok terdiri dari 20 orang dengan luas sekitar 20 Ha. Mereka menanam dilahannya masing-masing, dirawat dan diberikan biaya perawatannya. Jangan ditebang sebelum usia 5 tahun,” katanya.
Menurut Husni, artinya masyarakat dibangun rasa komitmennya untuk tidak menebang pohon sembarangan dikarenakan dalam perjanjian itu mereka yang menebang pohon yang ditanam akan dikenakan sanksi.
“Sanksinya berupa pengembalian biaya yang sudah dikeluarkan. Jadi ada komitmen, masyarakat mendapatkan untung dan ikut memelihara konservasi, sedangkan perusahaan juga lebih diuntungkan karena bisa terjaga ketersediaan airnya secara terus-menerus,” jelasnya.
Pola seperti ini, Husni melanjutkan, ternyata dijadikan percontohan oleh beberapa provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia dimana mereka mengadakan kunjungan ke lokasi kerjasama stakeholder dengan pihak ketiga.
“Mereka yang berkunjung ke lokasi tersebut ingin belajar bagaimana caranya kerjasama antar stakeholder yang saling menguntungkan tersebut. Mungkin juga nantinya pola tersebut diadopsi dan akan mereka kembangkan di wilayahnya masing-masing,” tuturnya.
Narasumber
Adapun narasumber dari seminar sehari tersebut, antara lain Drs. R. Eddy Soedibyo, MM dari Sekretariat Dewan SDA Nasional yang menyampaikan paparan mengenai “Kebijakan Terpadu antara Sektor SDA dan Sektor Terkait Lainnya dalam Meningkatkan Kerjasama Pemanfaatan Air”.
Dalam paparannya, Eddy antara lain menyebutkan, bahwa pendayagunaan SDA diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik antarsektor, antarwilayah maupun antar kelompok masyarakat dengan mendorong pola kerjasama.
“Misalnya saja, keterpaduan antara air permukaan dan air tanah dalam pengelolaan SDA diselenggarakan dengan memperhatikan wewenang dan tanggung jawab instansi masing-masing sesuai dengan tugas dan fungsinya,” jelasnya.
Dijelaskan pula bahwa dalam pengelolaan SDA terdiri dari tiga pilar, yaitu Konservasi SDA, Pendayagunaan SDA dan Pengendalian Daya Rusak Air. Tiga pilar ini ditopang oleh adanya peran masyarakat dan dunia usaha, serta jaringan terpadu sistem informasi SDA.
“Tugas seperti inilah yang telah dilaksanakan, khususnya di tingkat nasional. Dimana telah ada Dewan SDA Nasional yang keanggotaannya terdiri dari unsur Pemerintah dan non pemerintah dengan jumlah 44 orang. Dan hasilnya antara lain Perpres 33 tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA dan Prpres 88 tahun 2012 tentang Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidromteeorologi dan Hidrogeologi Pada Tingkat Nasional,” ujarnya.
Sedang narasumber lainnya adalah dari Direktorat Jenderal BPDAS dan Perhutanan Sosial – Kementerian Kehutanan menyampaikan “Pelestarian Kawasan hulu yang berkesinambungan guna Menjalin Kemitraan dalam Pengelolaan SDA di Provinsi Banten” dan dari Bappeda Provoinsi Banten yang memaparkan mengenai “Pengelolaan SDA diantara Kawasan Strategis seara terpadu di Provinsi Banten”.**ad/edd