Matriks tindak lanjut Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air (Jaknas PSDA) yang telah ditetapkan Presiden RI sebagai Peraturan Presiden (Perpres) No. 33 Tahun 2011 pada tanggal 20 Juni 2011, terus dibahas anggota Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) di Kota Hujan – Bogor, Jawa Barat (25-27/1).
Pembahasan kali ini untuk mengisi indikator output dari berbagai instansi yang masih belum diselesaikan, diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Lingkungan Hidup (LH) dan Kementerian Dalam Negeri.
Sebagaimana diketahui matrik tindak lanjut Jaknas PSDA tersebut terdiri dari beberapa kolom yaitu kolom kebijakan dan strategi, target waktu, uraian kegiatan dalam implementasi Jaknas PSDA, output dan kolom indikator outputnya.
Menurut Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT, para peserta pembahasan yang hadir hanya pihak yang terkait yang akan menyusun matriks tersebut ditambah dengan beberapa anggota Dewan SDA Nasional yang cukup aktif memberikan sharing dan bisa mencermati hal tersebut.
Selain itu, Imam Anshori melanjutkan, pada hari kedua dan disela-sela pertemuan ini juga dipaparkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Hak Guna Air (HGA) oleh pemrakarsanya, yaitu dari Kementerian PU.
“Hal ini perlu dilakukan, karena selaku Sekretariat kami ingin merespon permintaan anggota Dewan SDA Nasional pada sidang sebelumnya, bahwa RPP khususnya turunan dari UU SDA dapat diketahui anggota dewan. Diharapkan ada beberapa masukan yang mungkin akan disampaikan oleh anggota dewan untuk keperluan penyempurnaanya,” katanya.
Lebih lanjut Imam Anshori menyatakan, bahwa ada tiga urgensi alasan perlunya RPP HGA tersebut disusun. Pertama, mendesaknya kebutuhan untuk memperkuat hak masyarakat terhadap HGA, khususnya keberpihakan terhadap kelompok masyarakat yang menggunakan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari yang diambil dari sumber air dan kelompok masyarakat petani yang memang ingin dilindungi hak-haknya. Kedua, memberikan kepastian hukum bagi pengguna air dan ketiga, sekaligus juga untuk membatasi penggunaannya.
“Bagi kedua kelompok tersebut diberikan kemudahan dan tidak perlu izin. Namun untuk melindungi kedua kelompok ini terhadap mereka yang mempunyai izin, maka perlu diatur dalam RPP ini. Sehingga kedua kelompok tersebut akan terlindungi dan dari sisi legalitasnya RPP ini merupakan amanah Pasal 10 UU SDA ,” jelasnya.
Indikator Output
Dalam rapat pembahasan matriks tindak lanjut Jaknas PSDA yang dipimpin secara bergantian oleh Anggota Dewan SDA Nasional dari unsur non pemerintah ini, telah berhasil diselesaikan pengisian kolom indikator outputnya untuk tiga kementerian, yaitu Kementerian PU, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekeonomian. Sedangkan dua kementerian lainnya, yaitu Kementerian LH dan Kementerian Dalam Negeri belum dapat diselesaikan.
Misalnya saja Kementerian PU, dalam Kebijakan Pendayagunaan SDA untuk Keadilan dan Kesejahteraan Masyarakat pada strategi peningkatan upaya penatagunaan SDA dan sub strategi menetapkan alokasi ruang untuk pembangunan kawasan permukiman, kawasan industri dan industri di luar kawasan guna mengurangi alih fungsi lahan pertanian untuk mewujudkan kawasan ramah lingkungan, telah disepakati kegiatannya yaitu menetapkan daerah irigasi di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan mempertahankan daerah irigasi yang sudah tercantum dalam rencana tata ruang.
Dari uraian kegiatan tersebut, ouput yang ingin dicapai adalah ditetapkannya daerah irigasi di dalam RTRW dan tersedianya daerah irigasi yang sudah tercantum dalam rencana tata ruang. Berdasarkan output tersebut, maka telah disepakati indikator outputnya yaitu ketetapan daerah irigasi dalam RTRW dan perubahan luas daerah irigasi.
Di kebijakan yang sama namun pada strategi peningkatan upaya penyediaan air dan sub strategi menetapkan rencana alokasi dan hak guna air bagi pengguna air yang sudah ada dan yang baru sesuai dengan pola dan rencana pengelolaan SDA pada setiap wilayah sungai, untuk kegiatan Kementerian PU telah disepakati yaitu mempercepat penyusunan RPP dan penerbitan PP Hak Guna Air (HGA), serta menetapkan rencana alokasi air berdasarkan data penggunaan air.
Dari kegiatan itu maka outputnya adalah tersusunnya RPP dan terbitnya PP HGA, serta ditetapkannya rencana alokasi air di setiap wilayah sungai. Sedang indikator outputnya adalah PP HGA dan rencana alokasi air pada setap wilayah sungai.
Untuk Kementerian Kehutanan, misalnya saja pada Kebijakan Pengendalian Daya Rusak Air dalam strategi peningkatan upaya pencegahan dan sub strategi meyediakan prasarana pengendali banjir untuk melindungi prasarana umum, kawasan permukiman, dan kawasan produktif, telah disepakati kegiatannya yaitu melaksanakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) secara vegetatif dan sipil teknik untuk pengendalian aliran permukaan.
Berdasarkan uraian kegiatan itu, maka outputnya adalah terwujudnya RHL secara vegetatif dan sipil teknik untuk pengendalian aliran permukaan. Sedang indikator outputnya adalah luas hutan dan lahan yang direhabilitasi.
Untuk Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian, misalnya saja di Kebijakan Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha dalam Pengelolaan SDA pada strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan dan sub strategi menyiapkan instrumen kebijakan dan/atau peraturan yang kondusif bagi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam pelaksanaan pengelolaan SDA, telah disepakati kegiatannya yaitu mengkoordinasi kementerian dan lembaga terkait dalam penyiapan kebijakan atau peraturan yang kondusif bagi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam pelaksanaan pengelolaan SDA.
Dari kegiatan tersebut, disepakati pula outputnya yaitu terlaksananya koordinasi kementerian dan lembaga terkait dalam penyiapan kebijakan atau peraturan yang kondusif. Sedang indikator outputnya adalah kebijakan atau peraturan yang kondusif.
RPP HGA
Dalam paparan RPP HGA yang disampaikan salah seorang anggota tim penyusun naskah tersebut, Ir. Suharto Sarwan, M.Si, dijelaskan bahwa tujuan pengaturan HGA ini adalah memberikan penghormatan atas hak asasi manusia oleh Negara kepada warganegaranya, perlindungan atas hak asasi manusia oleh Negara kepada warga negaranya, dan pemenuhan atas hak asasi manusia oleh nergara kepada warganegaranya.
Dijelaskan pula adanya perbandingan antara hak atas tanah dan hak atas air. Hak atas tanah dikenal hak milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan hak pakai, sedang hak atas air tidak dikenal hak milik akan tetapi Hak Guna Pakai Air (HGPA) dan Hak Guna Usaha Air (HGUA).
Dalam hak atas tanah disebutkan pula dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan berbagai cara, sedang hak atas air tidak dapat dipindahtangankan/dialihkan atau diperjualbelikan kepada pihak lain.
Selain itu dipaparkan pula bahwa terjadinya hak milik pada hak atas tanah dari hukum adat yang diatur dengan PP, atau penetapan PP atau UU, sedang hak atas air diperoleh karena ketentuan UU, dimana yang tanpa izin diberikan langsung tanpa diminta dan yang memperoleh izin dari pemerinah berdasarkan atas permintaan pemohon izin.
Juga dijelaskan bahwa bukti hak atas tanah berupa sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), sedang bukti HGPA tanpa izin berupa pencatatan, bukti HGPA dengan izin berupa izin HGPA, dan bukti HGUA berupa izin yang dikeluarkan pengelola SDA wilayah sungai sesuai kewenangannya.
Suharto Sarwan juga menyampaikan, bahwa RPP HGA terdiri dari tujuh bab, 28 bagian dan 54 pasal. Tujuh bab tersebut adalah Bab I mengenai Ketentuan umum, Bab II Hak Guna Pakai Air, Bab III Hak Guna Usaha Air, Bab IV Pengawasan, Bab V Sengketa Hak Guna Air, Bab VI Ketentuan Peralihan, dan Bab VII Ketentuan Penutup. **faz/ad/wwn