Isu sumber daya air semakin hari, semakin terasa. Terlebih lagi Presiden seringkali mengatakan bahwa tiga ketahanan yang harus kita perlu tahu, yaitu ketahanan pangan, ketahanan energi dan ketahanan air.
Demikian hal tersebut dikatakan Direktur Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) selaku Sekretaris Dewan SDA Nasional, Dr. Ir. M. Hasan, Dipl.HE saat menutup acara Sosialisasi Peraturan Presiden (Perpres) No. 33 tahun 2011 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, di Kota Denpasar – Bali (19/4).
Menurut M. Hasan, sebetulnya sektor SDA bisa berperan untuk ketiganya. Akan tetapi bila dilihat potret ataupun kinerja sektor SDA, yaitu potret ketahanan airnya kalau dibedah bisa rawan sekali.
“Saya pernah katakan pada waktu penyelenggaraan seminar “Ketahanan Pangan” di Jakarta baru-baru ini, ingin mendapatkan suatu feedback bagaimana kita sebagai pemikir di bidang SDA bisa merumuskan konsep ketahanan air seperti apa,” katanya.
M. Hasan melanjutkan, bahwa ketahanan pangan sebetulnya sangat jelas komponennya, sub komponennya, dan bobotnya. Sehingga bila ada pertanyaan bagaimana ketahanan pangan di Wilayah Sungai Bali-Penida, maka bisa diperkirakan dengan menjelaskan konsep ketahanan airnya.
“Secara nasional kalau mengikuti konsep-konsep ketahanan yang lain, biasanya mengenai produksi, distribusi, dan aksesibilitas. Mengenai produksi air, sebetulnya Indonesia ini produsen air kelima terbesar di dunia, yaitu sekitar 700 triliun m3 per tahun,” ungkap Hasan.
Akan tetapi produksi air yang bisa dikendalikan di Indonesia dengan pembangunan infrastruktur yang ada, baru hanya sekitar 12 milyar m3 per tahun, antara lain melalui waduk dan embung-embung.
“Artinya kalau kita hitung-hitung, itu 1/500 % atau 0,002 yang bisa dipergunakan. Sisanya produksi air kita, diserahkan pada alam. Kita serahkan ke kondisi hutan, yang semakin lama kondisi semakin mengkhawatirkan. Oleh karena itu, rasio debit maksimum di musim kemarau dan musim penghujan itu semakin jomplang,” ujar Hasan.
Terkait dengan hal tersebut, Sekretaris Dewan SDA Nasional menjelaskan, bahwa disinilah letak pentingnya Kebijakan Pengelolaan SDA yang harus disepakatibersama, karena SDA ini multi sektoral, tidak mungkin hanya dikelola oleh satu Kementerian PU atau Kementerian ESDM saja, harus bersama-sama.
“Dalam kebijakan ini juga menekankan pentingnya menggunakan air secara hemat. Misalnya saja distribusi air untuk irigasi dimana diperkirakan jaringan irigasi sekitar 48 % telah mengalami penurunan fungsinya. Jadi harus efisien dalam pengelolaannya, baik untuk irigasi, sumbernya ataupun penggunaan lainnya,” tutur Hasan.
Untuk berhemat air dalam sektor pertanian, Dirjen SDA juga menjelaskan, bahwa diperkirakan di Provinsi Bali sudah banyak kegiatan pertanian yang menggunakan metode System of Rice Intensification (SRI).
“SRI itu adalah salah satu budi daya tanaman padi yang menggunakan cara yang hemat air. Meski tidak hanya dalam pertanian, tapi juga untuk hal-hal yang lain. Saya kira elemen-elemen esensi dari Kebijakan Nasional PSDA ini, antara lain ruhnya adalah bagaimana membawa pola terhadap kondisi seperti itu dan bagaimana langkah kita tahun ke depan untuk menanggulanginya,” ujarnya.
Karena itulah, M. Hasan mengharapkan, agar sosialisasi Jaknas PSDA ini dapat menyepakati langkah-langkah untuk mengaplikasikan Kebijakan Nasional PSDA sampai ke tingkat daerah.
“Saya percaya ruh dari Kebijakan Nasional PSDA ini akan mewarnai operasionalisasi bapak/ibu sekalian di dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya teman-teman yang terkait langsung dengan pengelolaan SDA,” pesan Hasan.
Sebelum resmi ditutup, pada kesempatan tersebut, M. Hasan juga berkenan untuk menyerahkan sertifikat kepada para penyaji dan peserta secara simbolis atas partisipasinya mengikuti Sosialisasi Perpres No. 33 Tahun 2011 tentang Jaknas PSDA.**