Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) dengan cara lama yang dilakukan secara sendiri-sendiri atau terbatas oleh instansi pemerintah dan para ahli bidang air, sudah tidak dapat lagi dipertahankan karena kurang efektif memecahkan masalah.
Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum (PU), Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE saat memberikan sambutannya pada pembukaan Pameran Hari Air Dunia (HAD) XVIII tahun 2010 di Jakarta, Kamis (22/4).
Menteri PU menyatakan, pengalaman telah menunjukan bahwa SDA yang berkelanjutan tidak mungkin dilakukan sendiri oleh pemerintah saja, tetapi juga diperlukan peran aktif seluruh pemangku kepentingan.
“Permasalahan SDA tidak cukup hanya diatasi melalui pendekatan teknis saja, (seperti pembangunan bendung, waduk dan seterusnya), melainkan juga perlu pendekatan non-teknis seperti public awareness campaign” jelasnya.
Upaya non-teknis mempunyai andil besar dalam membentuk sikap dan perilaku masyarakat untuk lebih peduli pada permasalahan SDA yang kian hari kian kompleks dan kondisinya semakin kritis seiring bertambahnya jumlah penduduk dan laju pertumbuhan pembangunan di Indonesia.
Djoko Kirmanto mengakui, salah satu parameter memburuknya pengelolaan SDA adalah meningkatnya kebutuhan air baku yang pengelolaannya bersumber dari Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis.
“Angka DAS kritis memang benar terus meningkat. Mulai sekarang, secara bertahap jumlah DAS kritis ini harus berkurang,” kata Djoko.
Sebagaimana diketahui jumlah DAS kritis pada tahun 1984 sebanyak 22 DAS di seluruh Indonesia, tetapi pada 2005-2006 meningkat tajam hingga 62 DAS. Dari 62 DAS ini, 11 diantaranya dilaporkan telah dibenahi dan dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.
Djoko melanjutkan, upaya mempertahankan dan memperbaiki DAS dan potensi SDA lainnya tidak bisa dilakukan dengan jalan pintas melalui sejumlah program, tetapi juga harus dilaksanakan secara berkelanjutan melalui upaya struktural oleh Kementerian Pekerjaan Umum seperti membangun waduk, tanggul, normalisasi sungai dan lainnya serta harus didukung oleh pemeliharaan lingkungan oleh pihak lain.
“Penghijauan yang dilakukan sudah luar biasa dan ini baru akan dirasakan dampaknya pada 5-15 tahun mendatang. Sementara itu, dukungan dari pihak lain tetap diperlukan seperti menghilangkan lahan-lahan kritis di pegunungan, mengubah cara membuka lahan secara drastis di hutan-hutan, dan lain sebagainya,” katanya.
Kesadaran
Sementara itu Plt. Direjen SDA – Kementerian PU selaku Ketua Umum Panitia Nasional HAD XVIII, DR. Ir. M. Amron, M.Sc mengatakan, bahwa berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka HAD telah dilakukan dan bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan SDA.
“Acara pameran tersebut merupakan bagian dari serangkaian kegiatan yang dilakukan Kementerian PU bekerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka peringatan HAD yang diperingati setiap tanggal 22 Maret,” ujarnya.
Tahun ini tema peringatan di Indonesia adalah “Pentingnya Kualitas Air untuk Indonesia Sehat”. Disamping pameran, telah dilakukan kampanye peduli air di Bunderan Hotel Indonesia, lomba bersih sampah di Sungai Ciliwung, pembuatan lubang biopori, berbagai lomba untuk kalangan pelajar, Forum Air Indonesia, dan berbagai seminar.
Untuk kegiatan pameran HAD yang baru pertama kali dilaksanakan di gedung baru Ditjen SDA dan Ditjen Penataan Ruang ini diikuti oleh sekitar 80 stand pameran antara lain berasal dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), BUMN, perusahaan terkait, instansi terkait, Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) di lingkungan Kementerian PU, Dewan SDA Nasional dan sebagainya. **gt/faz/ad