Panitia Khusus (Pansus) II Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) tahun 2012, selain menghasilkan rumusan terhadap isu pencapaian target Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Kritis seluas 2,5 juta Ha, juga merumuskan rekomendasi terhadap isu peningkatan pengelolaan SDA wilayah perbatasan negara.
Laporan hasil rumusan tersebut telah diterima dan diputuskan dalam Sidang Dewan SDA Nasional yang dilaksanakan di Jakarta 31 Januari 2013 dan akan dijadikan rekomendasi Dewan SDA Nasional untuk disampaikan kepada Presiden RI dalam waktu dekat.
Terkait dengan isu peningkatan pengelolaan SDA wilayah perbatasan negara, telah disepakati dan disetujui tiga permasalahan dan rekomendasi tindak lanjutnya berdasarkan identifikasi yang dilakukan Pansus II.
Dalam laporan Pansus II disebutkan, bahwa batas darat wilayah Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini (PNG), dan Timor Leste, memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Identifikasi lainnya adalah meski sudah ada MoU dengan negara tetangga, tetapi belum ada protokol perundingan yang disepakati bersama yang menangani isu-isu perbatasan yang lebih luas, khususnya tentang perjanjian kerjasama SDA dan kerusakan lingkungan.
Disebutkan pula dalam laporan Pansus II, bahwa masih ada segmen perbatasan yang belum disepakati secara bilateral, sehingga menghambat penyusunan tata ruang wilayah perbatasan yang sangat diperlukan sebagai bahan penyusunan master plan kawasan perbatasan.
Selanjutnya yang teridentifikasi adalah besarnya potensi dan nilai strategis perbatasan, khususnya dalam pengelolaaan SDA, sehingga menuntut segera penyusunan master plan yang tepadu dan menyeluruh yang dapat mengakomodir Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai dan cekungan air tanah.
Termasuk juga belum jelasnya pembagian kewenangan pengelolaan wilayah perbatasan antara Pemerintah dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota, misalnya saja dalam pembangunan patok batas wilayah.
Permasalahan
Melihat berbagai hal tersebut, Pansus II Dewan SDA Nasional tahun 2012, telah pula mengidentifikasi permasalahan yang perlu diatasi berkaitan dengan isu peningkatan pengelolaan SDA wilayah perbatasan negara.
Permasalahan pertama, belum ada protokol perundingan yang disepakati untuk menangani isu-isu wilayah perbatasan yang lebih luas, khususnya konflik dalam pengelolaan SDA dan kerusakan lingkungan.
Mengenai permasalahan tersebut, Pansus II merekomendasikan untuk mempercepat penyusunan protokol perundingan bilateral dengan memperluas cakupan isu yang dapat dikelola bersama dengan negara tetangga yang berbatasan, khususnya dalam pengelolaan SDA.
Juga direkomendasikan untuk meningkatkan MoU yang telah dibuat menjadi perjanjian antar negara yang lebih mengikat.
Permasalahan kedua, masih terdapat segmen tata batas wilayah negara yang belum disepakati antarkedua negara. Hal ini dapat menghambat penyusunan tata ruang wilayah perbatasan, serta pola dan rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungai lintas negara.
Terhadap masalah ini, Pansus II memberikan rekomendasi untuk mempercepat pencapaian kesepakatan penyelesaian tentang segmen perbatasan yang disengketakan dan mendorong Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) untuk melakukan percepatan pembuatan RTRW perbatasan negara yang dipaduserasikan dalam penyusunan pola dan rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungai lintas negara.
Rekomendasi lainnya adalah menyelaraskan sistem pemetaan bersama antarnegara dalam penyusunan tata ruang wilayah perbatasan.
Permasalahan ketiga, adalah kewenangan pengelolaan wilayah perbatasan yang kurang jelas antara Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan tumpang tindih dalam pengelolaan wilayah perbatasan.
Menyikapi permasalahan tersebut, Pansus II merekomendasikan untuk mempercepat penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur pembagian wewenang dan tanggung jawab antara Pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan wilayah perbatasan.**ad/edd