Sebanyak 73 orang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum (PU) telah mendapatkan informasi dan pembekalan mengenai Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), di Ruang Sidang Jatiluhur – Jakarta (21/11).
Pembekalan yang dilaksanakan oleh Sekretariat Dewan SDA Nasional ini, disampaikan oleh Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, yang dalam hal ini diwakili Kabag Tata Usaha, Drs. R. Eddy Soedibyo, didamping Kabag Perencanaan Program (PP), Ir. Syamsu Rizal, CES, DEA dan Kasubag Data dan Informasi, Fauzi, BE, S.Sos, M.Si.
Dalam penjelasannya, Eddy Soedibyao menyampaikan bahwa koordinasi pengelolaan SDA saat ini begitu penting. Pasalnya, cakupan pengelolaan SDA menurut UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air cukup luas. Misalnya saja upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi SDA, pendayagunaan SDA serta pengendalian daya rusak air.
Dijelaskan pula bahwa ada enam trisaka SDA yang saling berkaitan satu sama lainnya dalam fungsi pengelolaan SDA, sumber air, nilai air, area pengelolaan SDA, regulator SDA dan aktor yang diharapkan dapat berperan aktif dalam pengelolaan SDA.
Fungsi pengelolaan SDA terdiri dari konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air. Sumber air terdiri dari air hujan, air permukaan dan air tanah. Nilai air terdiri dari nilai sosial, nailai ekonomi dan nilai lingkungan.
Untuk area pengelolaan SDA terdiri dari pengelolaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS), pengelolaan jaringan sumber air dan pengelolaan penggunaan air. Regulator SDA terdiri dari Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan aktor yang diharapkan berperan aktif terdiri dari pemerintah, masyarakat dan dunia usaha serta lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
“Oleh karena itulah berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 tentang SDA maka dibutuhkan suatu wadah koordinasi untuk membangun keterpaduan tindak dalam menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air serta megintegrasi berbagai kepentingan berbagai sektor yang terkait dengan SDA,” kata Eddy.
Pembentukan wadah koordinasi pengelolaan SDA tersebut, menurut Eddy, untuk tingkat nasional bernama Dewan SDA Nasional berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres), Dewan SDA provinsi berdasarkan Keputusan gubernur, Dewan SDA kabupaten/kota berdasarkan Keputusan Bupati/Walikota dan Tim Kordinasi Pengelolaan SDA Wilayah Sungai (TKPSDA – WS) berdasarkan Keputusan Menteri PU.
“Wadah koordinasi pengelolaan SDA tersebut bersifat non-struktural dan nantinya akan melaksanakan fungsi konsultasi, observasi, rekomendasi, mediasi dan advokasi yang dapat disingkat dengan fungsi KORMA,” jelas Eddy.
Jantungnya Dewan
Eddy Soedibyo menjelaskan lebih lanjut, untuk melaksanakan dan memafasilitasi berbagai kegiatan yang menjadi tugas dan fungsi Dewan SDA Nasional , maka dibutuhkan suatu sekretariat yang peka membaca dinamika perubahan lingkungan yang terkait dengan SDA.
“Sekretariat merupakan jantungnya Dewan SDA Nasional karena sebagai inisiator dalam penyusunan rencana kerja Dewan, fasilitator dalam pelaksanaan koordinasi, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pengelolaan SDA serta motor penggerak dalam pembangunan sinergi antar instansi/lembaga pemerintah dan non-pemerintah,” jelasnya.
Ketika beberapa CPNS menyampaikan pertanyaan, antara lain mengenai penggunaan air saat ini lebih dominan oleh sektor industri dibandingkan sektor pertanian dan bagaimana sungai-sungai dapat terbebas dari sampah, Eddy menyampaikan bahwa menurut UU SDA yang lebih diutamakan dalah penggunaan air untuk kebutuhan sehari-hari dan pertanian rakyat.
“Kalau semua kebutuhan sehari-harai masyarakat dan pertanian rakyat yang telah ada tersebut terpenuhi, maka akan dialokasikan kebutuhan air untuk industri berdasarkan debit air yang tersedia,” katanya.
Sedangkan mengenai sampah disugai-sungai, menurut Eddy amat tergantung dengan perliaku manusia, khususnya berada di sekitar sungai agar mau menjaga dan memelihara sumber air tersebut.
“Inilah yang menjadi tantangan kita semua bagaimana kita memperlakukan sungai bukan sebagai tempat pembuangan samapah. Paradigma masyarakat memang harus diubah. Contohlah seperti Romo Mangun, yang mampu mengubah perilaku masyarakat Kali Code – Yogyakarta untuk membangun rumhany menghadap ke sungai,” katanya.
Karenanya, Eddy mengharapkan, agar para CPNS tersebut nantinya akan lebih peduli terhadap pengelolaan SDA di Indonesia, khususnya agar dapat memelihara dan menjaga kelestarian SDA demi masa depan bangsa.
“Jangan tinggal air mata, akan tetapi tinggalkanlah mata air bagi generasi mendatang dan anak cucu kita nantinya,” pesan Eddy.**