Tanpa ada kepedulian dan keterlibatan dari setiap stakeholder terhadap upaya pelestarian Sumber Daya Air (SDA), maka krisis air dibumi Kalimantan akan menjadi keniscayaan. Krisis yang timbul baik karena air yang berlebihan ataupun kelangkaan air dapat menimbulkan dampak yang memilukan.
Demikian sambutan Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) yang dibacakan Plh. Sekretaris Daerah Kalimantan Barat, Drs. Kartius, MM saat acara “Sosialisasi Peraturan Presiden No. 33 tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air” di Kota Pontianak – Provinsi Kalbar (5-7/10).
“Air yang berlebihan dan kelangkaan air, dapat pula menjadi pemicu munculnya berbagai wabah penyakit yang memprihatinkan. Krisis air juga merupakan penyebab kemiskinan dan keterbelakangan serta dapat memicu terjadinya ketegangan antarindividu, antarkelompok dan antardaerah,” katanya.
Fenomena
Menurut Gubernur, di Provinsi Kalbar ada beberapa permasalahan yang terkait dengan pengelolaan SDA, yaitu peningkatan alih fungsi lahan yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, dampak perkembangan ekonomi sehingga menyebabkan wilayah ini mengalami peningkatan kerentanan terhadap banjir, tanah longsor, kekeringan, penurunan kondisi air tanah, dan intrusi air laut yang juga terjadi akibat penyusutan air sungai di musim kemarau.
“Dari data PDAM Kota Pontianak, intrusi air laut bisa mancapai intake di daerah Penepat yang berjarak 50 km dari muara Sungai Kapuas. Sebagian besar penduduk di Provinsi Kalbar masih belum seluruhnya terlayani kebutuhan air bersihnya. Dari jaringan air bersih perpipaan, hanya 30 persen yang bisa dilayani oleh PDAM. Sedangkan 70 persen masih sangat tergantung pada air hujan,” jelas Gubernur.
Lebih lanjut disampaikan Gubernur, bahwa begitu banyak perubahan kondisi sumber daya alam khususnya SDA yang semakin membuat prihatin. Menurutnya, kerugian dan kerusakan lingkungan baik yang diakibatkan kekeringan maupun banjir, datang silih berganti. Bahkan beberapa kawasan lain yang semula jarang atau tidak mengalaminya, sekarang banjir dan kekeringan seolah telah berubah menjadi peristiwa rutin.
“Di Wilayah Sungai Kapuas sendiri ada beberapa fenomena yang cukup mengkhawatirkan, sehingga fenomena tersebut seolah-olah berjalan normal-normal saja. Suatu ketika fenomena tersebut bisa jadi akan muncul sebagai permasalahan yang bertambah berat dan semakin sulit pemecahannya,” ujarnya.
Fenomena dimaksud, misalnya saja mengenai penambangan emas tanpa izin di hulu Sungai Kapuas yang telah menyebabkan penurunan kualitas air baku bagi penduduk Kota Pontianak. Namun demikian Gubernur Kalbar merasa bersyukur bahwa tanda-tanda mengenai kondisi SDA yang kian mengkhawatirkan tersebut telah dapat ditengarai oleh pihaknya.
“Kini kita telah memiliki rumusan Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA yang diharapkan memandu kita semua untuk merumuskan kebijakan pengelolaan SDA yang lebih spesifik sesuai dengan situasi dan kondisi tiap-tiap provinsi dan kabupaten/kota,” tegas Gubernur.
Selain itu, Gubernur menyatakan, bahwa dengan adaya kebijakan pengelolaan SDA di tiap provinsid dan kabupaten/kota tersebut, maka akan dapat meningkatkan kondisi SDA dan mempertahankannya guna kelangsungan pertumbuhan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat saat ini dan masa depan.
Basic Instinct
Sementara itu dalam sambutan Direktur Jenderal Sumber Daya Air – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) selaku Sekretaris Dewan SDA Nasional yang dalam hal ini dibacakan Direktur Bina Program, Ditjen SDA – Kementerian PU, Ir. Ir. Mudjiadi, M.Sc menjelaskan, bahwa semenjak manusia terlahir memiliki basic instinct untuk memnuhi kebutuhannya agar tetap hidup.
Mempertahankan kelangsungan kehidupan maupun penghidupan, menurut Dirjen SDA, bermakna sebagai suatu perjuangan bagi setiap mahluk hidup. Nilai-nilai yang terkandung dalam perjuangan hidup diantaranya, upaya bertahan, memperoleh perlindungan serta sumber kehidupan dan penghidupan.
“Semua kehidupan tidak bisa terlepas dari air. Menghadirkan air sedekat mungkin dengan kehidupan manusia merupakan naluri untuk mempertahankan diri dalam konteks insting untuk kelangsungan kehidupan,” katanya.
Hal tersebut berarti, air dalam posisinya sebagai sumber kehidupan mengandung potensi yang sangat besar dan penting bagi kelangsungan hidup setiap individu, kelompok, desa, kota, kabupaten, provinsi, hingga Negara.
“Karena air memiliki kekuatan yang sangat besar yang dapat dijadikan sebagai kekuatan penggerak untuk memperbaiki kehidupan sosial dan budaya, ekonomi suatu bangsa dan kelangsungan lingkungan hidup,” jelas Dirjen SDA.
Dirjen menyebutkan, bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa beberpa waktu lalu telah mendeklarasikan akses terhadap air bersih dan sanitasi adalah hak asasi manusia yang mendasar. Pemenuhan hak dasar tersebut sangat esensial untuk kenikmatan hidup manusia secara utuh.
“Sekalipun saat ini masih belum dapat memenuhi hak dasar rakyatnya atas air bersih, apalagi air minum, tetapi Indonesia telah bertekad mencatatkan diri sebagai salah satu negara yang menyetujui deklarasi tersebut,” paparnya.
Terkait dengan Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA, Dirjen SDA menyatakan, bahwa Peraturan Presiden ini selain menjadi acuan bagi para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral di bidang tugas masing-masing, juga menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan SDA pada tingkat provinsi.
“Yang terpenting bagi masyarakat adalah implementasi dari isi naskah Peraturan Presiden ini. Tanpa diikuti dengan tindakan atau perbuatan nyata di lapangan, maka Peraturan Presiden ini hanya akan menjadi pernyataan deklaratif atau kebulatan tekad yang tidak memberi efek perbaikan keadaan sama sekali,” pesan Dirjen.
Oleh karena itu, Dirjen SDA mengharapkan, dengan sosialisasi ini semua pihak khususnya jajaran instansi pemerintah, baik Pusat maupun daerah dapat segera mengambil peran atau tindakan nyata dalam rangka melaksanakan strategi yang telah tertuang di dalam Peraturan Presiden tersebut.
Berbagai bentuk peran atau tindakan nyata itu, menurut Dirjen SDA, sudah berhasil dituliskan bersama oleh para anggota Dewan SDA Nasional dalam sebuah matriks pelaksanaan yang pada saatnya nanti akan dikukuhkan sebagai Ketetapan Dewan SDA Nasional.
“Matrik tersebut selain dimaksudkan untuk menjaga keterpaduan tindak antarinstansi, juga untuk memperkecil tumpang tindih serta mencegah pemborosan sumber daya,” katanya.
Sosialisasi Peraturan Presiden No. 33 tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air ini dilaksanakan untuk zone Indonesia Tengah, yang diikuti oleh perwakilan dari instansi kehutanan, PU, pertanian dan Dewan SDA Provinsi dari provinsi yang berada di Pulau Jawa kecuali Jawa Tengah dan Yogyakarta, Pulau Kalimantan, Bali dan NTB.
Sedangkan moderator, penyaji dan narasumber dari kegiatan tersebut antara lain dari, BAPPENAS, Jaringan Informasi Komunikasi Pengelolaan SDA (JIK-PA), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PU, Yayasan Air Adhi Eka (YAAE), dan Masyarakat Peduli Air (MPA).**jon/sim/ad